Jumat, 03 September 2010

Penampakan

Jam tiga pagi akhirnya sampai juga aku di Semarang. Perjalanan panjang yang cukup melelahkan selama delapan jam membuat badanku didera kelelahan yang sangat. Kantuk pun nyaris tak tertahankan lagi karena selama di Bis Patas itu, aku nyaris tak dapat memejamkan mata karena sopir bis nya menyupir bisnya dalam kecepatan yang tinggi.

"Mo mampir cari makan dulu ato mo langsung pulang aja, Cha?" Tanya Adi, suamiku yang menjemputku di depan terminal Terboyo.

"Langsung pulang aja deh, capek banget aku," sahutku dalam kantuk yang semakin menyerang.

Malam itu, aku langsung tertidur di kamar kost yang baru kusewa untuk satu bulan. Hanya selama aku berada di Kota Semarang ini. Aku mendapat kamar mungil di lantai II dengan ruang tamu kecil di depannya dan satu kamar lagi di hadapan kamarku yang ternyata tak berpenghuni. Keadaan rumah kost yang berpenghuni sedikit tak menjadi pusat perhatian utamaku. Kamar yang nyaris kosong pun tak begitu penting bagiku. Yang penting tidur dulu. Sisanya bisa di urus besok pagi, batinku sebelum aku lelap dalam tidur tak bermimpi.

Besok harinya dengan badan segar setelah mandi. Aku pergi mengunjungi kerabat dan kenalan. Barang-barangku masih kubiarkan saja tersimpan dalam tas. Hanya baju yang kuperlukan saja yang sengaja kugeletakkan diatas tempat tidur. Kamar tidurpun masih tetap kubiarkan apa adanya. Seharian itu aku berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain. Baru sore harinya aku kembali ke kost untuk mandi dan berganti pakaian. Rumah kost lenggang. Sepi seperti tak berpenghuni. Ah.... paling penghuni yang lain pada belum pulang kerja, karena itulah rumah ini sepi sekali, batinku lagi berusaha berpikiran positif. Hanya sebentar aku berada di kost itu, karena tak berapa lama Adi kembali mengajakku keluar untuk makan malam.

"Ga papa kan kamu sendirian di kost malam ini?" Tanya Adi waktu mengantarku pulang ke kost. " Aku masuk kerjanya malam, Cha, jadi ga bisa nemenin kamu jalan-jalan di malam hari selama kamu berada di sini." lanjutnya lagi.

Setelah menyatakan bahwa aku akan baik-baik saja, Adi langsung berangkat ke tempat kerja meninggalkanku di depan kost.
Aku membuka pintu depan rumah kostku dan mendapati ruang tamu dalam keadaan gelap gulita dan dua kamar bawah yang ada penghuninya pun masih dalam keadaan gelap tak bernyala lampu. Tanpa berpikiran apapun, aku menyalakan lampu ruang tengah dan langsung masuk ke kamar mandi untuk cuci muka.

Entah mengapa, sebelum naik tangga, aku mengucapkan salam " Assalamualaikum". Dan tanpa kuduga, aku malah mendengar jawaban "Waalaikumsalam"..... Kupikir saat itu, Mas Dani, pemilik rumah kost itu yang kebetulan kamarnya berada dekat dengan tangga, yang menjawab salamku itu. Maka dengan hati tenang aku naik ke kamarku. Melewati ruang tamu kecil di depan kamarku yang masih gelap dan membuka pintu kamarku dengan perlahan.

Baru saja beberapa menit aku duduk di atas tempat tidurku, suara langkah kaki seseorang terdengar berjalan di depan kamarku. Padahal sebelumnya, aku tak ada mendengar suara langkah seseorang yang menaiki tangga kayu. Agak mengherankan memang, tapi belum sempat aku mengintip langkah siapakah itu, seekor kecoak mengganggu pandanganku.

Aku memang sangat takut dengan berbagai jenis binatang yang merayap dan melata. Namun karena hanya aku sendiri yang berada di situ, aku berusaha mengatasi ketakutanku akan kecoak itu dan langsung berusaha mengusirnya dari kamarku. Saat aku membuka pintu kamar untuk mengusir kecoak itu, hawa dingin tiba-tiba merayapi seluruh tubuhku. Padahal jelas-jelas baik jendela ruang tamu depan maupun jendela kamarku tak ada satupun yang terbuka.... Aku merinding. Bulu kuduk meremang membuat perasaanku benar-benar tak nyaman. Segera kututup kembali pintu kamarku dan langsung duduk di atas tempat tidurku.

Tidak sampai lima menit. Kecoak itu kembali masuk ke kamarku melalui sela di bawah pintu. Dengan gemas aku berusaha memburu kecoak itu untuk mematikannya dan melupakan rasa tak nyaman dan merinding itu sejenak. Akhirnya kecoak itu berhasil kubunuh dengan melemparnya dengan sebuah buku tebal. Rasa lega karena terbebas dari fobia serangga, tapi rasa jijik muncul ketika melihat tubuh kecoak yang gepeng tak berupa. Tanpa memikirkan kejadian sebelumnya, aku membuka pintu kamarku lagi untuk mengambil sapu yang memang diletakkan di sisi luar kamarku.

Saat tanganku meraih gagang sapu, aku merasakan kehadiran seseorang di ruang tamu kecil itu. Tanpa sengaja aku langsung mengedarkan pandanganku ke arah sebuah kursi dan meja kecil yang diletakkan di pojokkan ruang tamu itu. Dalam remang-remang ruangan yang tak berpenerangan.... aku melihat sesosok laki-laki di duduk di kursi itu dan memandang ke arahku. Hanya sekejap aku melongo, dan sebelum rasa merinding yang sangat hebat menyerang tubuhku itu membuat kakiku lumpuh tak bergerak, aku langsung melemparkan sapu, mengunci pintu kamarku dan langsung berlari melewati ruang tamu itu. Melewati sesosok laki-laki yang nyaris tak bergerak itu. Lari menuruni tangga dengan langkah-langkah kaki tak terkontrol yang menyebabkan aku tergelincir di tangga. Secepat kilat kembali berdiri dari jatuhku itu dan dengan tangan gemetar berhasil membuka pintu depan rumah kost.

Begitu sampai di depan rumah, rasa merinding itu tetap menyerangku. Rasa takut itu sungguh tak tertahankan. Dan aku memerlukan waktu 15 menit sampai akhirnya aku berhasil membuka gembok pagar depan agar aku bisa meninggalkan rumah kost itu.

Malam itu, aku menyusul Adi ke tempat kerjanya. Dan dengan malu-malu menceritakan kejadian yang telah menimpaku.

"Ha...ha...ha... Perasaanmu aja kali tuh, Cha. Kamu kan memang penakut kalau di tempat gelap. Maaf deh, aku lupa meminta pemilik kost untuk memasangkan lampu di depan kamarmu itu," gelak Adi begitu aku selesai menceritakan kejadian yang menimpaku di kost itu.

Besok paginya, ketika aku kembali ke kost itu lagi dengan di antar Adi, aku bertemu dengan Pak Untung. Bapak Untung itu penghuni terlama di rumah itu. Ia menempati kamar paling depan di lantai I. Dan tanpa sengaja Adi menyeletuk ke Pak Untung :" Pak, Arek e minta pindah ketok e, tadi malam di weruhi kata e." (Pak, anaknya sepertinya minta pindah, tadi malam di perlihatkan sesuatu, katanya)

"Heh? Masa? Di mana?" tanya Pak Untung sambil menatapku.

"Di kursi kecil di pojokan ruang tamu atas," sahutku malu-malu karena tak yakin apakah penglihatanku tadi malam itu benar atau hanya karena aku memang penakut.

"Oalah.... Si Mbah itu memang tempatnya disitu. Dulu ada kursi panjang dari bambu yang menjadi tempatnya di ruang atas itu, tapi oleh Bu Yoga, penghuni yang dulu tinggal di kamar di depan kamarmu itu, kursi bambu itu sudah dikeluarkan..."

"Hah??? Si Mbah siapa, Pak?" tanyaku kaget.

"Ya... Penunggu rumah ini.... Dari dulu memang sudah ada. Dan memang setiap rumah kan ada penjaganya. Nah si Mbak itu sepertinya penjaga rumah ini. Namun hanya pada beberapa orang saja ia memperlihatkan diri. Dia ga mengganggu kok." jawab Pak Untung santai....

Astaga!!! Ternyata rumah kost ini ada penunggunya. Dan setelah mendengar cerita lengkapnya. Pantas saja kamar-kamar yang di atas kosong karena Si Mbah selalu menunjukkan dirinya pada penghuni kamar atas. Pak Budi, penghuni kamar yang sekarang menjadi kamarku langsung keluar setelah "berkenalan" dengan si Mbah. Bu Yoga juga langsung keluar karena pengalamannya lebih ekstrim lagi karena si Mbah langsung menanyainya kemana kursi bambunya. Dan aku???

Sepertinya aku pun lebih baik cepat-cepat mengungsi saja ke tempat kost lain karena nyaliku yang memang sudah penakut tak mungkin tiba-tiba jadi pemberani dalam kondisi ini....


@Semarang, 29 Agustus 2010


Jumat, 18 Juni 2010

LOMBA CERPEN BERTEMA CERITA PANJI

LOMBA CERPEN BERTEMA CERITA PANJI KERJASAMA DEWAN KESENIAN JATIM DAN
DEWAN KESENIAN JOMBANG


LATAR BELAKANG
Penciptaan dan penikmatan karya sastra belum banyak digemari oleh sebagian besar masyarakat. Masyarakat kita lebih akrab dengan hal ihwal di luar sastra, padahal sastra adalah salah satu penopang kebudayaan yang mengandung nilai-nilai yang sangat berguna bagi kehidupan bermasyarakat.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengakrabkan kembali sastra kepada masyarakat adalah dengan diadakannya lomba penulisan yang berdasar pada kisah Panji, yang merupakan khasanah warisan Jawa Timur yang mendunia. Dalam hal ini adalah dengan lomba penciptaan cerpen. Apalagi untuk saat ini perkembangan cerpen di Jawa Timur sangat pesat. Di sisi lain, menulis cerpen memang bukanlah suatu kegiatan mudah namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Siapa saja bisa menciptakan cerpen, tentang apa saja dan bertujuan apa saja.

Dengan menulis sastra maka bisa menghaluskan jiwa, meningkatkan kepekaan, serta memiliki kepedulian lebih tinggi terhadap sesama. Apalagi dengan berpatok pada tema Panji, maka bisa menumbuhkan karya-karya baru yang memiliki spirit melestarikan akar tradisi.


DASAR PEMIKIRAN

  1. Masyarakat perlu diperkenalkan kembali dengan khasanah lama sehingga bisa mengambil nilai-nilai positif yang dikandungnya.
  2. Memacu masyarakat untuk mengenal jati diri lewat internalisasi karya-karya lama ke dalam bentuk karya baru.
  3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menciptakan cerpen yang berbasis cerita Panji.
  4. Meningkatkan kreativitas dan daya apresiasi masyarakat terhadap sastra lama dan baru.
  5. Diperlukan pembacaan baru dan kontemporer pada khasanah lama, terutama cerita Panji, sehingga sesuai dengan semangat zaman.

MAKSUD DAN TUJUAN
  1. Membangkitkan minat masyarakat dalam dunia kesastraan dan potensi lokal
  2. Menambah wawasan masyarakat terhadapa sastra/cerpen.
  3. Mencetak cerpenis yang berpotensi dan berbakat
  4. Membumikan cerita Panji dengan pendekatan dan perspektif baru
  5. Merangsang daya cipta dan kreativitas masyarakrat dalam menciptakan karya baru berdasarkan khasanah lama.

KELUARAN
  1. Munculnya sikap positif masyarakat terhadap cerpen.
  2. Adanya sikap positif masyarakat terhadap Cerita Panji dan nilai-nilai kearifan lokal.
  3. Munculnya cerpenis berbakat dan potensial dan karya-karya yang brilian

LOKASI
Kantor Dewan Kesenian Jatim dan Dewan Kesenian Kabupaten Jombang

WAKTU
Batas akhir pengumpulan naskah 3 Juli 2010
Penjurian antara tanggal 4-9 Juli 2010
Pengumuman pemenang pada 10 Juli 2010

KARYA DIKIRIM KE:
Dewan Kesenian Jawa Timur
Jl.Wisata Menanggal
Surabaya
60234
Telp/fax 031- 8555 43 04
e-mail: dk_jatim@yahoo. com.
CC: misterhuri@yahoo. com
Kontak person:
Mashuri,Ketua Komite
Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur
HP 081 331 3331 31

PENYELENGGARA
Dewan Kesenian Jatim bekerja sama dengan Dewan Kesenian Kabupaten Jombang

PESERTA
Umum

JURI
1.Beni Setia (penulis
dan sastrawan serba bisa, tinggal di Caruban Madiun)
2.R. Giryadi
(aktor, sutradara, cerpenis, pengurus DK-Jatim)
3.Fakhrudin
Nashrullah (cerpenis, penyair dan komite sastra DK-Jombang)

TARGET PESERTA
150 orang

PEMENANG
Dipilih 5 pemenang, dengan perincian 3 pemenang utama, dan 2 pemenang harapan

HADIAH
Total hadial Rp 10.000.000, dengan perincian sebagai berikut:

  • Juara I - mendapat Rp 3.000.000 (Tiga juta rupiah)
  • Juara II - mendapat Rp 2.500.000 (Dua juta lima ratus ribu rupiah)
  • Juara III - mendapat Rp 2.000.000 (dua juta rupiah)
  • Juara Harapan I 1.500.000 (Satu juta lima ratus ribu rupiah)
  • Juara Harapan II 1.000.000 (Satu juta rupiah)

Panjang naskah minimal 5 halaman A4, spasi 1,5, times news roman 12.

Kamis, 17 Juni 2010

Satu Langkah


Hari ini tanggal 17 Juni 2010.....

Satu langkah mulai kujejakkan. Satu langkah baru yang harus segera kumulai untuk menggapai kemandirian dan mimpi-mimpi yang ingin kujelang. Berbagai halangan memang seperti menginjakkan kerikil tajam di telapak kakiku yang telanjang. Tak beralaskan sebuah pegangan. Memang masih meraba, namun kuyakin.... Kesempatan itu tetap ada.

Sejak pagi, aku sudah begitu bersemangat. Semangat bercampur gugup dan sedikit takut. Takut akan salah lagi membayang dalam kabut-kabut perasaan. Untunglah kesegera dapat kutepis agar keraguan tak menyurutkan tekadku.

Untuk yang terakhir kalinya, aku mengantarkan Audi berangkat ke Sekolah. (Yah terakhir kalinya selama aku di Banjarmasin, nanti bakal mengantarkannya lagi begitu Audi sudah kumpul lagi bersamaku)
Jam 09.00 WIB. Semualah telah Siap. Barang-barang sudah terpacking rapi. Tas ransel gunung yang sarat muatan telah terkancing, sebuah tas tangan dan kardus oleh-oleh pun telah siap untuk di jinjing. Sayang kesiapan ini sempat terhalang kembali.

Papa, orang yang paling menentang kepindahanku, berusaha kembali untuk mencegah kepergianku. Kata-kata menyakitkan kembali meluncur dari mulutnya. Kata-kata penuh tekanan yang menyesakkan paru-paru, serasa ingin meledakkan dada hingga berkeping-keping.
Entah sampai kapan, Papa bisa bersikap dewasa pula, bahwa aku bukan lagi boneka barbienya yang bisa digantungin tali lalu digantung disekeliling pinggangnya agar bisa dibawa-bawa kemana-mana. Entah sampai kapan, Papa mengungkapkan rasa sayangnya pada anak-anaknya dengan cara-cara yang menyakitkan seperti itu? Dan membuat anak yang satu dengan anak yang lain saling bersiteru merebut hatinya. (Bagai penjilat kah???)

Aku tak ingin lagi kehidupan yang diatur sedemikian rupa hingga aku tak mampu berdiri di atas kedua kakiku. Aku tak ingin lagi kehidupan yang diberikan dengan berbagai harapan untuk sebuah kebalasan budi, penuntutan kehendak. Bagaimanapun, aku ingin bahagia. Bagaimanapun aku ingin keberhasilan itu, kugenggam dengan kedua tanganku atas kemampuan dan kerja kerasku. Bukan karena sebuah pemberian yang menuntut suatu imbalan yang penuh tekanan.

Karena itu, satu langkah harus kuambil. Satu langkah panjang tanpa gambaran memang. Satu langkah nekat tanpa bekal apapun, hanya sebuah keyakinan diri bahwa aku mampu hidup dengan tangan dan kakiku sendiri.

Dan suatu saat, aku ingin membuktikan. Satu langkah yang kulakukan hari ini. Dengan pengorbanan perasaan yang begitu dalam untuk Audiku. Tidak akan pernah kusia-siakan.
Satu langkah ini akan membawa audi kembali berkumpul denganku di Semarang, dan kehidupan bahagia kami setelah itu tak akan dapat dirusak oleh siapapun lagi....

(c) Semarang, 17 Juni 2010
De, Mama pergi duluan. Jangan nangis yah. Mama akan berusaha secepatnya bisa jemput Dede lagi. Dan kita akan segera berkumpul lagi bersama-sama. Tak akan lagi menjadi parasit dikehidupan siapapun. Tak akan lagi jadi beban siapapun. Doakan mama agar segera dapat kerja ya, De.... Love you!!

Jumat, 11 Juni 2010

Surat Cinta Untuk Kekasihku


















(Gambar di pinjam dari : http://www.brightcreationspoetry.com/loveletter.php)

Dear kekasih hati yang jauh disana,

Entah kenapa aku ingin sekali menulis surat padamu.
Tak tahu pula apa yang sebenarnya masih ingin kuungkapkan padamu.
Tak tahu lagi apa yang harus kuceritakan padamu.

Mungkin karena hatiku begitu resah
Mungkin karena masih bersisa kemarahan
Mungkin pula karena rindu yang masih menyala
Atau mungkin aku ingin sekali berjumpa

Kalau boleh aku bertanya....
Kemanakah kemesraan yang dulu ada
Kemanakah cintamu yang dulu begitu nyata

Kemanakah pedulimu padaku yang katanya sampai menutup mata?

Hilang sudahkah semua itu
Tertiup waktu sudah kah rasa itu
Ataukah begitu banyak kurangku
Begitu banyak alpaku mengertimu

Pertengkaran demi pertengkaran ini begitu melelahkan.
Tak juakah kau merasa lelah?
Pertengkaran itu hanya menyisakan luka
Resah menganga membuat rasa tak berhaluan
Tak inginkah kau , kita sudahi saja pertengkaran itu?
Tak inginkah kau kita bersayang-sayang seperti waktu dulu...

Kau ingin menyudahinya?
Tapi mengapa termasuk di dalamnya menyudahi hubungan kita?
Menyudahi rasa sayang dan cinta begitu saja...
Mematikan rasa sedemikian rupa
Tak ingin lagi saling memberi peduli

Itukah yang sebenar-benarnya kau inginkan...?
Melupakan semua rangkaian impian kita?
Melupakan segala kenangan yang ada?
Membuang sebuah nama ke saluran air tak berwarna?

Ah kekasihku...
Aku tetap ingin menulis surat ini padamu
Entah ini surat cintakah?
Aku sungguh tak tahu..

Hanya satu yang ingin kau tahu
Aku tak ingin kau menjauh dariku
Karena impianku seluruhnya memuat dirimu
Bagaimana bisa kuraih impianku
kalau kau tak ada lagi bersamaku....


Rabu, 09 Juni 2010

Naskah Di Tolak

Hari ini, 9 Juni 2010, akhirnya ada keputusan naskah novel perdanaku mengalami penolakan.
Yah mungkin memang benar jika naskah itu tidak sesuai dengan kriteria buku yang ingin diterbitkan oleh penerbit.

So?

Kembali berjuang. Itu harus kan? Karena "menulis adalah berjuang"
Kubaca kembali naskah itu baik-baik. Pembetulan kembali dilakukan untuk kalimat-kalimat yang janggal. Jalan masih terlalu panjang untuk ditinggalkan. Masa mau jadi penulis baru mengalami satu penolakan sudah mengkerut? Itu yang dikatakan salah seorang teman ketika aku curhat dengan sedihnya...

Nah.... setelah naskah itu kuperbaiki menurut anggapanku sendiri.
Aku mulai searching lagi alamat-alamat penerbit untuk novel jenis roman.
Ku print kembali naskah itu, kujilid rapi dan Kirimmmmmmmmmm!!!

Dan mari menunggu lagi... sambil menyelesaikan novel keduaku yang masih setengah jadi.
Semoga ada hal baik yang akan segera menghampiriku....

Ciayooo ^_^

Selasa, 01 Juni 2010

Menunggu Rindu

Andai dapat kuhentikan waktu
Memunguti debu itu
Satu per satu
Merangkai lagi segala rindu
Yang terus kusimpan di dalam kalbu
berbungkus cinta yang terobek ragu
Berlumur luka yang teriris sembilu

Andai kau tahu
Cintaku kan tetap menjadi milikmu
Walau kau kini menjauh dariku
Walau kau tak lagi menginginkan diriku
Walau stiap kata menjadi menyakiti kalbu
Membuat rasa dingin membeku

Tak bisakah kau luangkan relung hatimu
Menyisihkan sedikit amarah yang mengotori kelambu
Tuk dengarkan sedikit kata dari mulutku
Betapa aku merindukan dirimu
yang dulu sangat menyayangiku
yang dulu berselimut perhatian membiru
yang dulu cintamu berlumur madu

Ah..... kini yang aku tahu
Rasa hatimu telah membeku
Meninggalkanku tercampak dalam rindu
Melukakan hati yang tak pernah jemu
Menunggunya kembali rindu itu
Cinta itu
Mimpi itu
Rasa itu

Karena tanpamu
Aku akan benar-benar membeku
Yang akan terkubur dan membatu...

(c) Cha..... 25 Mei 2010

Rindu Aozora

Rindu Aozora

Ribuan derai air mata
Akhirnya tumpah jua
Tak terbendung rasa
Tak tertahankan sakitnya
Tetes-tetesnya membawa butiran luka
Tiap titiknya.....
Membungkus dahaga
Penuh cinta...
Terluka....

Dalam sepihan cinta
Yang berserakan penuh lara
Mencoba kembali merangkai asa
Menjahit cinta yang tersisa
Menyulam rindu yang semakin membara
Merangkai mimpi yang sempat ke angkasa
Mencoba meraih bintang di aozora
Menggapai-gapai hatimu jauh disana
Berharap cinta untukku masih ada

Namun ternyata.......
Semua kenapa terlihat sia-sia
Kau menjauh dari dekapan cinta

Yang ada...
Cinta yang berbalur luka
Meninggalkan rindu dalam bilur-bilur nestapa
Sakitnya sungguh tak terkira
Ketika kesadaran memenuhi dada
Cinta matiku bermain dalam ruang hampa
Penuh tangisan airmata
Meninggalkan kenangan semata
Mencampakkan mimpi yang tertinggal dalam bayang aozora

Aku akan merindukanmu ..... Hai Aozora
Sampai nanti kelak kumenutup mata.....


(c) Cha....20 mei 2010

Note : Aozora : dalam bahasa Jepang artinya Langit Biru

Sabtu, 15 Mei 2010

Ketika Seorang Anak Belajar Arti Sebuah Kekalahan


Audi, anakku yang berusia 10thn, akhirnya memutuskan untuk mengikuti kejuaran tenis Walikota Cup yang diadakan tanggal 13-16 mei 2010. Walau pada mulanya ia tidak begitu yakin akan kemampuannya untuk bermain tenis dengan baik, karena ia baru mulai berlatih tenis selama 6 bulan terakhir ini, namun dorongan teman-temannya membangkitkan keinginannya untuk mengikuti kejuaraan tenis itu.

Seminggu sebelum pertandingan, ia merengek padaku untuk membayarkan uang pendaftaran pertandingan itu. Dan saat itu aku berpikir, mungkin tak apa ia mengikuti pertandingan ini untuk melatih mentalnya di lapangan dan di depan begitu banyak penonton. Aku pun mengijinkannya untuk mengikuti pertandingan itu.

Selama sisa waktu seminggu itu, Audi mempersiapkan dirinya dengan baik. Latihan demi latihan dilakukannya dengan begitu bersungguh-sungguh. Kepercayaan dirinya meningkat ketika selama latihan ia berhasil memenangkan permainan demi permainan yang dilakukan antar temannya sesama anggota klub tennisnya.

Sampai hari itu, tanggal 13 mei 2010, ia dengan begitu bersemangatnya, berangkat menuju tempat pertandingan di lapangan tenis Darma Praja. Begitu tiba di lapangan, ia langsung melakukan pemanasan. Dan begitu tak sabarnya menunggu sampai tiba gilirannya bertanding di lapangan hijau itu. Hari itu, Audi berhasil lolos dari babak penyisihan dan maju ke babak perempat final. Bangga dan bersemangat begitu menyelimuti wajahnya. Kepercayaan dirinya menjadi meningkat. Dan malam itu dalam tidurnya pun ia masih memikirkan pertandingan yang akan dilaluinya setahap demi setahap.

Tanggal 14 mei 2010, Audi terpaksa ijin dari sekolah untuk kembali bertanding. Aku sengaja membawanya ke sekolah untuk meminta ijin tidak masuk. Dengan raket tenis yang terpanggul di punggungnya, ia meminta doa dari teman-teman sekolahnya agar ia dapat menang dalam pertandingannya. Aku menyaksikan dengan tersenyum polahnya yang begitu bersemangat menyambut jabat tangan demi jabat tangan dari teman-temannya yang mendukungnya agar menjadi juara.

Namun hari itu tidak seperti yang diharapkannya. Lawan mainnya di babak perempat final ini tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Kali ini Audi harus berhadapan dengan seorang anak yang sama-sama berumur 10thn tetapi memiliki pengalaman bertanding yang sudah lebih matang dari Audi dan telah pula beberapa kali memenangkan pertandingan tenis di beberapa kejuaraan.

Audi memasuki lapangan. Kecemasan tiba-tiba melanda wajahnya ketika lawan yang sebaya dengan dirinya itu tak menyambut uluran jabat tangannya di awal sebelum permainan di mulai. Kalah mental. Kalah tegar. Itulah yang tergambar dari kondisi Audi saat itu. Dan kecemasan semakin menjadi-jadi ketika 2 servis pertamanya tidak mampu melewati net dan mendung memayungi wajahnya ketika pukulan lawan begitu kerasnya hingga tak mampu ditangkalnya......

Di pertengahan pertandingan, saat wasit memberi waktu istirahat, Audi berlari ke arahku yang duduk di pinggir lapangan. Memelukku dengan begitu eratnya seolah-olah ingin meminta kekuatan. Tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Semangat yang sebelumnya begitu berkobar mulai redup tertiup badai kecemasan akan ketakmampuan dirinya menyeimbangkan permainan lawannya.

Dan di babak terakhir, perlawanan Audi memang benar-benar tak mampu menandingi permainan lawan. Kalah mental, tak mampu membaca situasi arah pukulan lawan, dan pengalaman yang masih begitu kurang membuatnya bertekuk lutut dengan mudahnya di hadapan lawan. Audi kalah telak dengan angka 6-0. Walau teman-teman sesama teamnya memberi dukungan dengan begitu riuhnya bahwa kekalahan Audi ini tidak berarti apa-apa, tetap saja akhirnya airmata itu menetes deras dari matanya.

Audi menangisi kekalahannya di pinggir lapangan. Dengan gumam yang nyaris berbisik ia berkata, "aku kalah, Ma. Aku malu. Ternyata susah sekali berdiri di tengah lapangan itu. Aku grogi setengah mati tadi."

Seorang temannya yang sekarang sudah menjadi peringkat ke 5 di junior tingkat nasional berkata, " Gpp Audi. Aku dulu juga berkali-kali mengalami kekalahan ketika baru pertama kali ikut pertandingan. Dan di pertandingan berikutnya pun aku masih harus melalui kekalahan demi kekalahan sampai akhirnya aku mampu mengalahkan semua lawabku dengan begitu mudah. Jangan nangis, Audi. Nanti ada saatnya kita balas kekalahanmu ini."

Temannya yang lain, seorang anak perempuan kecil duduk di sebelahnya, memegang tangan Audi dan berkata, " Dulu aku juga di ejek waktu pertama kali ikut pertandingan, mana ada anak perempuan gendut bisa berlari menangkap bola dengan mudah, dan aku juga kalah berkali-kali dalam pertandingan-pertandingan pertamaku. Aku juga menangis seperti kamu sekarang. Gpp menangis. Tapi Audi harus berusaha terus ya. Lain kali kita akan bersama-sama menerima piala kemenangan di pertandingan berikutnya."

Hatiku terenyuh. Anak-anak sekecil mereka ternyata telah begitu matang dalam menghadapi kekalahan yang pernah mereka lalui dan mereka dapat bangkit dengan menunjukkan diri mereka dengan kemenangan yang akhirnya dapat mereka gapai. Dan para juara junior tenis itu sekarang memberi kekuatan dan semangat yang sudah lebih dulu mereka miliki itu ke Audi. Bahwa kekalahan itu hanya proses yang memang harus dijalani semua anak untuk mendapatkan sebuah kemenangan yang lebih berharga. Dan yang terutama, mereka melatih mental mereka untuk berdiri dengan tegak di lapangan, tak tergoyahkan dengan apapun yang ditampilkan lawannya atau yang diriuhkan oleh para penontonnya.

Dan hari ini Audi belajar tentang arti sebuah kekalahan. Bahwa kekalahan itu bukan berarti ia tak mampu. Kekalahan itu bukan berarti ia telah gagal dan harus berhenti begitu saja. Kekalahan itu adalah pemacu semangat agar ia berlatih lebih keras lagi. Agar ia berlatih lebih giat lagi. Dan bahwa kelak kemenangan itu akan pula dapat dicapainya. Kekalahan adalah sebuah proses dari sebuah kemenangan yang hanya sedikit tertunda. Kekalahan ini memberi pelajaran bahwa besok jika ia sudah menjadi juara, ia tidak boleh menyombongkan diri.

Ia pernah kalah dan ia bangkit kembali... itulah pelajaran yang utama yang didapatnya hari ini. Dan ini pula yang akan berlaku dalam roda kehidupan yang kelak akan terus di jalaninya. Bahwa saat ia mengalami kegagalan demi kegagalan, ia harus bangkit kembali untuk memperbaiki, untuk belajar lagi, sampai akhirnya ia menjadi pemenang.


Note : Inilah pengalaman pertama Audi mengikuti pertandingan tenis "Kejuaraan Daerah se Kalimantan Walikota Cup yang diadakan tanggal 13-16 Mei 2010 di Lapangan Darma Praja - Banjarmasin. Tak apa Audi kalah kali ini. Tapi asalkan Audi tau, Mama sangat bangga melihat Audi berdiri di lapangan dengan begitu gagahnya. Tak peduli menang atau kalah. Mama bangga bahwa Audi telah berusaha dengan begitu baik dan begitu keras. Sayangnya kita tak memiliki foto Audi kali ini, lho.....

Jumat, 07 Mei 2010

Why This Love Is So Much Pain?


Kenapa semua terasa begitu menyakitkan? Kenapa mencintaimu penuh rasa sakit seperti ini? Apa yang sebenarnya telah terjadi dalam hubungan kita ini? Kenapa semua menjadi berubah? Kamu yang sekarang tidak menyayangiku sepenuh hati seperti kamu yang dulu. Kamu yang sekarang tak lagi menomorsatukanku dalam segala bidang hidupmu. Dan hari ini aku sadar. Aku bukanlah bagian dari keluargamu. Entah budaya kita kah yang berbeda. Entah adat istiadat kita tak sama. Tapi aku merasa, aku tak dianggap sebagai bagian dari keluarga hingga dalam acara pernikahan adikmu, aku hanya seorang tamu yang sebenarnya tak diundang tapi memaksa untuk tetap datang.

Aku kecewa. Sungguh sangat kecewa. Aku merasa sakit. Sungguh sakit sangat.

Berusaha untuk terus bertahan memilikimu. Berusaha untuk masuk kembali dalam hidupmu seperti dulu di masa-masa lalu yang menjadi milikku. Tapi sekarang semuanya telah berubah. Kamu tak lagi seutuhnya milikku. Kamu tak lagi sepenuhnya milikku. Kamu semakin menjauh dariku. Kamu semakin lelah menghadapi mauku. Semuanya sudah berubah. Laki-laki yang begitu mencintaiku dulu sekarang telah tiada. Menghilang entah kemana. Kamu bukan lagi tusku yang selalu mencintaiku, menyayangiku dan menjadikanku bagian hidupmu. Kamu sungguh bukan Tusku yang selama ini kumiliki.

Ternyata mencintaimu akhir-akhir begitu melelahkan. Begitu menyakitkan. Begitu membuatku tak mampu lagi berharap. Begitu membuatku tak tahu lagi apa yang sebenarnya aku inginkan. Sekarang kamu tak lagi peduli akan keinginanku. Kamu tak lagi peduli bagaimana perasaanku. Yang kamu inginkan hanyalah aku yang memenuhi semua maumu. Aku yang memenuhi semua inginmu. Aku yang selalu mematuhi apa yang kau katakana agar aku tak pernah kehilangan dirimu. Tapi semakin hari aku semakin lelah. Sangat lelah. Menggapaimu membuat seluruh tenagaku hilang perlahan. Mengharapkanmu seperti menggapai rembulan yang sejak dulu ku jangkau namun tak jua dapat kuraih.

Aku sungguh lelah.

(c) Cha, banjarmasin, 07 Mei 2010

Kamis, 22 April 2010

Galau Hati

Dalam segala kegalauan hatiku.
Dalam segala renungan panjangku.
Aku terpuruk dalam sepi.
Rasa sepi yang begitu menyiksa.
Rasa tercampakkan ini begitu menyakitkan.
Asa itu pergi entah kemana.
Seperti kamu yang semakin menjauh dariku.

Kenangan indah mengabur tertutup kabut.
Dan kau turut bersamanya…
Menghilang perlahan namun tetap terasa.
Dan aku bagai daun yang berguguran tertiup angin senja.
Melayang-layang tak tentu rimba,
Karena kau lepaskan pegangan tanganmu dariku.

Entah apa yang sebenarnya kau cari.
Aku berusaha mengerti namun tetap saja tak mengerti.
Aku berusaha memahami walau kau tak berusaha ikut memahami.
Tak tahu apa yang harus kulakukan.
Tak ada lagikah aku di hatimu?
Tak sama lagi kah rasamu seperti rasaku… atau rasa kita yang dulu pernah sama sudah menghilang entah kemana….

Kusadari aku tidaklah sempurna.
Kusadari mungkin aku tak bisa menjadi seperti yang kau minta.
Sekuat apapun aku ingin memenuhinya….
Selalu kurang saja di matamu.
Selalu saja salah karena tak seperti yang kau mau….

Cinta itu sebenarnya apa?
Aku menjadi tak mengerti adakah sebenarnya cinta di antara kita?
Bukankah cinta penuh dengan segala rasa?
Bukankah cinta itu saling peduli?
Bukankah dengan cinta perbedaan pun menjadi sama….
Jika memang ada cinta, pergi kemana sekarang cinta?
Menghilang kemana cinta itu?

Aku ingin mencarinya….
Tapi aku tak tahu kemana harus mendapatkannya.

Katanya cinta itu ada di dalam hati.
Sejak kutahu itu… kutitipkan hatiku yang penuh dengan cinta kepadamu….
Kenapa kau kini menjauh dariku?
Dan kenapa hatiku juga kau bawa pergi?

Sekarang bagaimana aku melanjutkan hidupku tanpa hati?
Bagaimana aku melanjutkan hidupku tanpa kamu yang pernah begitu mencintaiku

Sekarang semuanya begitu hampa. Sekuat tenaga aku menata. Sekuat tenaga kutahan rindu yang menyiksa. Segala cara kualihkan tentangmu yg selalu bermain di pelupuk mata.
Tapi aku tak bisa…
Bagaimana caranya aku menghilangkanmu jika ternyata kmu sudah menjadi nafasku.
Bagaimana caranya aku melupamu jika aku hanya ingin hidup di dunia yang ada kamunya.
Sekuat apa aku harus berusaha jika kau terus bermain dalam setiap nafas yang terhela…
Jika… Aku adalah kamu. Dan kamu adalah aku. kenapa perlahan kau bangun batas itu.
Batas yang membuat kita kembali menjadi dua… bukan lagi satu…..

Aku ingin tahu… bagaimana kamu hidup tanpa mengingatku…?
Aku sungguh ingin tahu bagaimana kau melewati harimu jika mengingatku saat ada kata sempat?
Bagaimana caranya???
Bisakah kamu memberitahuku?
Dalam diam ku menunggu… menunggu saat-saat kau kembali ingat padaku.
Menunggu yang begitu sepi dan menyesakkan.
Menunggu dalam rindu dan pilu yang menjadi satu…
Aku sungguh lelah menunggu kalau akhirnya hanya tangis yang datang menyapaku.

Kenapa cinta begitu penuh rasa sakit seperti ini?
Kenapa rindu tak berbalas hampir membuatku mati?
Kenapa rindu ini menjadi setengah mati…..

Kini jauh sudah kujalani kisah cinta kita yang menjadi penuh duri…
Kini kuhancur dan rapuh….Aku tak yakin lagi ada cinta di dunia ini
Hari-hari kini kulalui dalam sunyi….
Tanpa mimpi dengan seribu tanya sesaki sudut hati

Masihkah ada cinta dihatimu?
Tak dapatkah kau tulus mencintaiku?
Tak dapatkah kau menyayangiku?
Tak dapatkah kau pahami sedikit saja inginku?

Atau kau akan tetap terus melangkah pergi.........
Dan membiarkanku terbiasa dalam sepi.


(c) Cha, 22 April 2010
Ketika kau tak lagi peduli lagi padaku
Ketika saat sempat saja kau cari aku
Dan aku mulai menyelam dalam rindu
perlahan melayang bagai debu

Selasa, 20 April 2010

Ketika aku mengenal Helvy Tiana Rosa

(Naskah ini sebenarnya mau kuikutkan untuk lomba essay HTR... tp batas waktu lomba kan tgl 15 April 2010. Karena aku baru mengenalnya tgl 18 April 2010... da menuliskan naskah ini tgl 20 April 2010... ya udah gpp. Naskah ini untuk apresiasi ku terhadap buku Helvy yang sudah kubaca dan ternyata membawa pengaruh yang baik untukku... Thanks to Helvy atas karyanya yang indah )


KETIKA AKU MENGENAL HELVY TIANA ROSA

Baru setahun terakhir ini terbersit dalam pikiranku untuk belajar dan mengasah kecintaanku akan dunia tulis menulis. Keinginan ini timbul karena banyaknya waktu luang yang sekarang kumiliki serta dorongan dari beberapa teman-teman SMA yang dulu sering membaca karanganku.

Sejak keinginan untuk belajar menulis semakin berakar dalam hatiku, aku semakin giat mengikuti berbagai milis kepenulisan dan salah satunya adalah milis milik Forum Lingkar Pena. Selain itu aku juga mulai mengikuti sayembara menulis yang kutemukan di milis. Dan ketika awal bulan April yang lalu, aku membaca ada lomba menulis essay tentang Helvy Tiana Rosa, aku malah kebingungan. Siapa sebenarnya Helvy Tiana Rosa?

Ratusan buku novel telah kubaca baik karya-karya penulis dalam negeri maupun penulis luar negeri. Hampir dua kali dalam seminggu aku mampir di toko buku besar di kotaku, Banjarmasin, namun tak juga Helvy Tiana Rosa itu kutemukan. Aku semakin penasaran. Dan keinginanku untuk ikut lomba essay tentang Helvy Tiana Rosa ini semakin pupus dengan berjalannya waktu yang semakin mendekati batas waktu pengiriman naskah. Kecintaanku akan buku dan kegilaanku akan membaca seperti tak dapat membawaku untuk mengenal seorang Helvy Tiana Rosa.

Suatu ketika, aku membaca notes dari facebook seorang teman tentang bagaimana ia mengenal Helvy, perjuangannya sampai akhirnya dapat bertemu secara langsung dengan Helvy dalam sebuah pertemuan penulis, walau harus menempuh perjalanan yang sedemikian beratnya namun semuanya langsung terbayar ketika ia bertatap muka dengan Helvy yang dengan menyambutnya di acara tersebut. Semangatnya untuk menulis pun semakin kuat setelah kata-kata Helvy dan karya-karya Helvy mendukung langkahnya dalam dunia kepenulisan. Aku tertegun membaca notes itu. Sedemikian hebatkah pengaruh seorang Helvy Tiana Rosa?

Aku benar-benar tak mengenal seorang Helvy itu. Jika aku tak mengenalnya, bagaimana aku bisa menulis tentang dirinya? Bagaimana aku bisa menceritakan pengalaman hatiku ketika membaca karyanya? Karya-karyanya kenapa begitu susah kutemukan? Apakah buku-buku itu hanya tersedia di toko-toko buku online? Kenapa tak tersedia di toko buku di dunia nyata yang bisa di beli siapa saja jika memang karyanya itu sehebat yang di ceritakan temanku? Betulkah karya Helvy dapat menginspirasi penulis-penulis pemula seperti aku? Ah…. Sepertinya keinginan untuk ikut lomba essay ini harus benar-benar di lupakan saja.

Namun rasa penasaran tak jua kunjung sirna. Padahal aku sudah memutuskan bahwa aku tak bisa menulis apapun tentang Helvy, tetapi tetap saja setiap aku berselancar di dunia maya, aku malah mencari-cari semua informasi tentang dirinya.Tapi semua yang kudapatkan adalah pengalaman orang lain. Itu semua kan masih katanya! Bukan pengalamanku sendiri. Memegang bukunya saja aku tak pernah, masa aku harus menuliskan cerita tentang seorang Helvy yang penuh inspirasi berdasarkan kata orang. Aku tidak mau menuliskan ceritanya hanya berdasarkan kata orang. Iya kalau benar, kalau ternyata Helvy tak sehebat itu, bagaimana? Tak mungkin bagiku menuliskan seseorang yang begitu nyata tanpa aku pernah merasakannya sendiri!

Kulihat penanggalan di agendaku yang mencatat semua tanggal deadline lomba-lomba kepenulisan. Kenyataan pahit terpampang jelas di depan mataku. Tanggal 15 April telah terlewati. Sudah tak sempat lagi. Namun kemisteriusannya menarik diriku untuk tetap mencari tahu.

Tanggal 18 April 2010 aku akan ikut wawancara penerimaan anggota baru FLP Banjarmasin. Satu per satu pertanyaan dari Mbak Sri Murni, pewawancaraku, dapat kujawab dengan lancer karena pertanyaan itu masih tentang siapa diriku dan mengapa aku ingin bergabung dalam Forum Lingkar Pena ini.

Sampai pada satu pertanyaan yang mengungkit rasa bersalahku.

“Apa yang kamu ketahui tentang FLP?” Tanya mbak Sri Murni padaku.

Minggu yang begitu cerah ini tiba-tiba terasa di tutupi mendung dan gerimis mulai mengguyur hatiku. Bagaimana bisa aku ingin bergabung dalam suatu forum tanpa tahu sedikitpun forum apakah itu? Yang aku tahu hanya FLP adalah kumpulan penulis-penulis hebat yang akan membantuku mengasah kemampuan menulisku. Hanya itu.

“Siapa saja penulis FLP yang karyanya sudah Mbak baca?” satu pertanyaan lagi menohok rasa malu-ku.

“Mungkin hanya tahu namanya saja… seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja yang sekarang lagi sakit, tapi tak satupun karya mereka yang pernah kubaca,” lanjutku dengan tersipu

Dari sinilah segala yang ingin kutahu kutanyakan. Terutama tentang Helvy Tiana Rosa dan karyanya. Akhirnya aku tahu Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia dan Muthmainnah adalah pendiri FLP dan katanya pula banyak hal yang membuat karya-karya Helvy dan penulis-penulis FLP lain tidak bisa di dapatkan dengan mudah di toko-toko buku besar. Dari pembicaraan hari ini pula akhirnya aku mendapatkan nama sebuah toko buku yang menyediakan buku-buku FLP termasuk buku-buku karya Helvy Tiana Rosa.

Tiga buah buku yang ada nama Helvy Tiana Rosa akhirnya kudapatkan. Cuma tiga buah buku saja yang ada di toko buku itu. Itupun ditemukan setelah agak memaksa si penjaga toko bukunya untuk mencarikan yang akhirnya di temukan di pojokan rak paling bawah, agak tersembunyi dan dengan sampul yang mulai menguning.

Begitu sampai di rumah aku langsung bersiap untuk membacanya. Buku pertama yang memikat hatiku adalah ‘SEGENGGAM GUMAM’. Dari buku ini aku mengenal Helvy yang lahir di Medan, tanggal 2 April 1970. Hanya beda 8 tahun lebih tua dariku. Dari perbedaan usia yang tak terlalu jauh dariku, namun apa yang dilakukan Helvy dalam dunia kepenulisan ternyata sangat jauh dariku.

Helvy menulis puisi, cerpen dan naskah drama serat teater sejak duduk di Sekolah Dasar. Malah ketika masih di kelas III SD, puisi Helvy telah dimuat di majalah anak-anak dan ketika kelas V SD, untuk pertama kalinya karyanya dimuat di Koran Sinar harapan Minggu. Padahal aku yang mengaku-ngaku suka menulis sejak kecil, tak pernah berpikir untuk mengirimkan karyaku kemanapun atau membiarkan siapapun membaca karyaku. Yang kulakukan hanya menulis diary dari hari ke hari dan membuat tugas mengarangku sebaik mungkin agar dapat nilai bagus.

Aku semakin mengenal sosok Helvy di buku segenggam gumam ini. Kiprah Helvy dalam dunia kepenulisan bukan seperti membalik telapak tangan, terjadi sekejap dengan mudahnya. Yang dilakukan Helvy adalah berjuang melalui tulisan-tulisannya terutama dalam pengembangan sastra Islam sehingga karya-karya sastranya banyak bernuansa Islami, membela kaum-kaum yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang, yang membuat tulisannya tidak asal jadi namun melalui sebuah penelitian panjang dengan data-data yang akurat namun di kemas dalam fiksi yang mengandung manfaat begitu besar bagi pembacanya. Bagi Helvy, menulis adalah proses belajar seumur hidup. Hidup di dunia baginya adalah rangkaian ibadah dan kesempatan berbuat kebaikan semata. Menulis cerpen, bila dikerjakan dengan niat baik dan kesungguhan, insya Allah akan membawa maslahat bagi diri pengarang dan masyarakat pembaca dan ini akan menjadi ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah, itulah yang dikatakannya. Dunia sastra seperti menjadi rumah kedua bagi seorang Helvy berdiam. Betapa Ia mendalami sastra dengan segenap pikiran dan jiwanya yang tergambar dalam setiap tulisannya. Bagaimana tidak, sepanjang perjalanan hidupnya, menulis dan terus menulislah yang dilakukan Helvy.

Dalam usianya yang muda, bersama Asma Nadia dan Muthmainnah berhasil membentuk sebuah organisasi penulis. Dari mengadakan bengkel penulisa kecil-kecilan untuk membantu penulis-penulis pemula mengembangkan kemampuan menulisnya, merekrut anggota sambil tetap bergiat menghasilkan karya-karya tulisnya sendiri. Salut! Ternyata apa yang dikatakan orang tentangnya memang benar adanya.

Yang mengejutkan, ternyata di dalam Segenggam Gumam ini, Helvy juga menuliskan sejarah berdirinya FLP, program kerja FLP dan semua tentang FLP yang ingin ku ketahui dan mungkin juga ingin diketahu para anggota baru FLP lainnya. Harusnya, buku ini dijadikan buku pegangan yang harus dimiliki para penulis pemula yang baru bergabung di FLP. Aku beruntung sekali mendapatkan buku ini.

Buku Segenggam Guman ini bukan hanya gumaman Helvy semata. Gumaman sambil lewat yang di dengar syukur, tidak pun, taka pa. Tidak seperti itu. Bagiku, buku ini adalah pikiran-pikiran cemerlang Helvy yang sangat membantu penulis pemula seperti diriku. Seperti pada bagian “ Beberapa Kelemahan Cerpenis Pemula” ( Hal 15, Segenggam Gumam), disini Helvy menjabarkan kelemahan-kelemahan apa saja yang umum dilakukan seorang cerpenis pemula. Dari sini aku dapat belajar untuk menghindari kelemahan-kelemahan tersebut, walaupun sangat susah karena di bab sebelumnya yang berjudul “Menulis Tanpa Beban…..” karena aku lebih suka menulis tanpa beban seperti yang di jabarkan dalam bab ini. Buku ini bagus sekali, karena Helvy membahas tiap bagian di sertai contoh-contohnya sehingga aku dapat menyimpulkan dengan lebih mudah. Tidak seperti buku-buku teori menulis lain yang membahas tentang menulis dengan begitu rumit dan akhirnya susah di cerna.

Buku kedua yang kubaca adalah buku antologi pilihan yang diterbitkan Lingkar Pena Publishing House dengan judul Lelaki Semesta yang ternyata ini adalah judul dari cerpen Helvy. Helvy menceritakan sosok seorang lelaki yang begitu di cintai semua orang, yang begitu baiknya malah mendapatkan tuduhan sebagai dalang kericuhan di dalam dan di luar negeri. Rangkaian kata-kata yang dituliskannya begitu indah hingga aku bisa menghadirkan sosok tersebut dalam pikiranku dan memberikan kesan yang begitu mendalam.

Buku terakhir yang kupunya adalah buku kumpulan cerpen dwibahasa yang berjudul “ Lelaki Kabut dan Boneka”. Satu demi satu cerpen di buku itu ku baca. Aku larut dalam bahasa santunnya yang mengalir namun mampu membawa pembaca masuk dalam ceritanya. Begitu dalam begitu berkesan. Kapankah aku bisa menulis cerita seindah Helvy menuliskannya?

Ternyata Helvy memang membawa inspirasi bagi siapa saja yang membaca karyanya, seperti yang mereka katakan. Seperti yang di internet-internet itu bilang. Ternyata benar….Karena hari ini seorang Helvy memberikan juga semangatnya kepadaku agar aku terus belajar dan berlatih untuk menghasilkan karya yang dapat menggugah perasaan yang membacanya. Karya yang dapat member manfaat bagi orang lain. Karya-karya yang begitu indah seperti karya Helvy Tiana Rosa. Dan aku akan terus menulis dan menulis tanpa kenal lelah, tanpa pantang menyerah.

Minggu depan, jika hasil wawancara penerimaan anggota FLP Banjarmasin memutuskan aku dapat menjadi bagian dari organisasi penulis ini, aku akan mendorong sesama anggota baru untuk memiliki buku Helvy yang sangat inspiratif, terutama segenggam gumam. Aku akan bercerita bagaimana perjuanganku mendapatkan buku ini dan hasilnya tak sia-sia. Aku juga akan berbicara tentang apresiasi. Bagaimana kelak karya yang dihasilkan penulis-penulis baru akan di apresiasi orang lain jika dari awal para penulis baru ini tidak bisa mengapresiasi karya-karya milik para penulis seniornya. Dan salah satu bentuk apresiasi itu adalah dengan membeli, memiliki dan mempelajari serta mengambil manfaat yang pastinya akan sangat berguna bagi perkembangan dunia kepenulisan yang baru akan di rintis oleh para pemula seperti aku. Bentuk apresiasi yang lain adalah menghilangkan kebiasaan meminjam agar buku-buku bagus dimiliki banyak orang dan tak perlu sampai teronggok di pojokan rak buku sebuah toko buku dengan sampul yang menguning….

Mbak Helvy, dari ketiga buku ini aku mengenalmu. Walaupun sebenarnya aku menjadi begitu ingin memiliki buku-bukumu yang lain yang katanya sudah 16 judul. Dari karya-karyamu inilah aku tahu siapa dirimu yang mampu bercerita dengan kata-kata lembut namun dalam. Aku tak menyesal mengenalmu walau hanya melalui karyamu saja. Mungkin terlambat bagiku. Tapi aku akan sangat menyesal jika tak tahu sama sekali tentangmu.

Mbak Helvy, tulisan ini akhirnya ku buat untuk melukiskan betapa senangnya hatiku bisa mengenalmu melalui karya-karyamu. Walau batas waktu lomba essay itu telah berlalu, tak apa. Menulis bukan hanya sekedar menang atau kalah. Menulis adalah berbagi. Aku ingin membagi apa yang kudapat dengan aku mengenalmu seperti ini.

Mbak Helvy, Aku hanya ingin kau tahu, bahwa tulisanmu di tiga buku yang kumiliki ini ternyata mempengaruhiku begitu dalam. Mbak Helvy telah mempengaruhi seorang Monica yang sangat tak percaya diri masuk dalam dunia ke penulisan dalam usia yang katanya cukup terlambat untuk memulai karir sebagai penulis, menjadi berani melangkah dan bergiat dan terus berlatih untuk membuat karya-karya yang bisa bermanfaat bagi orang lain.

Mbak Helvy yang kukagumi, terima kasih. Terima kasih atas karya-karya indahmu. Terima kasih sudah membuatku memantapkan hati untuk mengikuti jejakmu. Jika suatu saat nanti dan di waktu yang tepat dan memang diberikan kesempatan, aku dapat bertemu langsung denganmu. Mengenalmu secara nyata….. Aku akan kembali mengucapkan rasa terima kasihku ini kepadamu atas segala keindahan karyamu yang terpatri dalam hatiku.

Minggu, 18 April 2010

Sahabatku

Aku pernah memilikimu.
Sebagai salah satu sahabat terbaikku.
Namun entahlah apa masih bgitu.
Sampai hari ini entah berapa windu.
Aku tak pernah tahu.
Semua mungkin saja berlalu.
Dengan berjalannya waktu.
Dengan detiknya yang tak pernah menentu.
Sampai kapanpun itu.
Aku ingin kau tahu.
Dan tolong kau ingat dalam kalbu.
Bahwa bagiku.
Kau adalah sahabat kesayanganku
Satu-satunya yang tak pernah lekang oleh waktu.
Yang akan kurindukan slalu.

Harapan

HARAPAN


Jangan pernah berhenti berharap. Apapun itu.

Teruslah berharap karena dengan segala harapan kita akan tetap kuat
menapaki jejak-jejak kehidupan.


Memang tidak mudah.....
Adakalanya satu harapan tak terwujud. Dan membuat kita terjatuh.
Tapi kembalilah berdiri, walau dengan langkah yang goyah....
Janganlah berhenti berharap.

Ketika tangisan dan dera air mata mengharu biru.
Ketik
a rasa sakit membabi buta...
ketika kaki-kaki kehidupan retak dan mulai patah...
Tetaplah
teguh untuk terus berharap...
Jangan pernah lelah..
Jangan pernah menyerah..

Karena...

Harapan akan indah tepat pada waktunya.

Aku akan terus berharap, biar seribu kegagalan menghadang
Aku akan tetap kembali berdiri, ketika aku harus jatuh bangun dalam setiap langkahku di jalan yang penuh dengan kerikil tajam.
Aku akan terus mengetuk, ketika setiap pintu seolah menutup dari hadapanku.
Akan kubuat mereka tetap memandangku, walau setiap wajah memalingkan dengan angkuh saat menatapku.
dan aku akan terus merajut tali-tali senyuman, ketika tangisan demi tangisan menghiasi malam-malamku


10 tahun yang lalu kuhadapi malam dengan tangisan merana. Kelahiran seorang anak yang harusnya membawa kebahagiaan berubah jadi tangisan pilu.. saat kulihat bayi lucu tergolek membiru nyaris putus napas satu-satu. sisa 12 jam lagi... dan jika tidak malaikat ini akan pergi melayang.
Tuhan menciptakannya tidak sempurna. Satu ginjal dan tanpa pembuangan.
Saat itu dalam keadaan goyah.... aku masih punya harapan. Tuhan tak akan semudah itu mengambilnya.
Tuhan pasti masih memberiku kesempatan untuk merawatnya. Dan memang... dalam bantuan tangan-tangan baik... dia terselamatkan malam itu.

Hari berganti hari setelahnya. Tidak mudah merawat bayi aktif yang terus menangis karena tangisan kesakitan akibat luka di perutnya karena untuk pembuangan sementara, kulit-kulit halus yang melapisi perut mungilnya mulai luka dan bernanas dimana-mana. Dan aku sendirian!
Penerimaan ayahnya tidaklah seperti yang kuharapkan. Penyesalan yang harusnya di tebus dengan kasih sayang nyaris tak didapatkannya. Tapi demi apapun, aku akan melakukan apa saja untuk malaikat mungilku. Demi apa saja kutahan segala himpitan perasaan. Apapun...

Tahun mulai berjalan. Keadaan mulai membaik. Malaikat kecilku tumbuh dengan lincahnya. Colostomy bag tak lagi menghiasi perutnya. Pembuatan saluran pembuangan berhasil dilakukan. Tak ada lagi tangisan kesakitan setiap hari. Hanya sesekali dengan perasaan pilu aku harus melakukan pembusian ( memasukkan sejenis besi berbentuk peluru yang besarnya tergantung perkembangan tubuhnya) agar lubang buatan itu berkembang seiring dengan perkembangan tubuhnya.
Dan kembali aku sendirian. Dimana ayahnya? Hura-hura tak berketentuan. Tapi harapan tetap kurajut dalam hati. Semua akan membaik suatu saat. Yah... semua akan baik-baik saja.

Ternyata tidak!! Dalam usia perkawinan 3tahun... akhirnya perpisahan itu terjadi. Ketidakcocokan dalam rumah sudah tak bisa ditolerir. Ayah yang seharusnya menjadi tulang punggung sama sekali tak memenuhi fungsinya. Narkoba menghiasi hari-harinya membangun tembok yang begitu besar dalam rumah mungil kami. Dan dengan segala upaya. Malaikatku dibawa. Pengacara mahal dibayar untuk mendapatkan apa saja yang mereka inginkan. Huru hara dalam perpisahan ini sangat menyakitkan.

Aku? Apa yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan malaikatku? Pengaraca mahal? Aku tak mampu membayarnya. Tangisan demi tangisan mengeringkan air mata. Rasa tak berdaya nyaris membelenggu jiwa tanpa tertahankan. Tapi aku punya harapan. YAH.... AKU HANYA PUNYA HARAPAN.
Dukungan ayah, Ibu dan sodara-sodaraku sangat menguatkanku. Dalam2 tahun setelah hari keributan itu... aku tak lagi bisa menggendong, menyentuh bahkan mendengar suara kecilnya memanggil namaku.
2 tahun benar-benar hilang kontak dengan malaikatku.

Beberapa kali aku di panggil oleh pengacara mereka dan di iming-imingi sejumlah uang agar melepas malaikat kecilku. Malaikat kecilku seoalh-olah sebuah barang mainan yang berani mereka beli mahal.
Hai.... dengarlah dunia. Aku tak akan pernah menukar malaikatku dengan gelimangan materi sedikitpun!
Beberapa kali sang pengacara mengatakan, jika tetap nekat berusaha merebut malaikatku dari tangan mereka, tak akan ada tunjangan apapun untuknya. Aku tak takut Pak Pengacara, Malaikatku akan kembali padaku tanpa aku harus berusaha merebutnya. Materi bisa dicari. Tapi sampai ke ujung dunia manapun... malaikat kecilku hanya satu. Ciptaan maha sempurna dimataku.

Hari-hari tanpa malaikatku .... kurajut dalam benang-benang harapan. Setelahnya aku mulai bekerja dalam hari-hari sepiku. Karena aku tetap memilih hidup jauh dari rumah ayahku. Hatiku hanya punya HARAPAN. Dan ternyata HARAPAN yang kubangun tidaklah sia-sia. Tuhan tak pernah meninggalkanku.

Hari itu harapanku terwujud. Tanpa pengacara mahal dan hebat yang mampu kubayar, malaikatku kembali kepangkuanku.Hakim Agung di Atas Sana mengetokkan paluNya dengan begitu adilnya.
"Mama, aku kangen mama. Jangan biarkan aku pergi lagi yah" Kalimat pertama yang kudengar dipertemuan pertama setelah 2 tahun berpisah benar-benar membuat air mataku mengalir deras. Air mata kebahagiaan karena HARAPAN tidaklah pernah sia-sia.

Satu harapan telah terwujud. Tapi jalan kehidupan terus berlanjut.
Roda-roda kehidupan itu berputar dengan anggunnya.... kadang di jalan mulus tanpa lubang..... kadang di jalan terjal dan berbatu.....
Aku mengarungi lautan kehidupan dengan malaikatku menyertaiku. Tangan kecilnya menggenggam erat jari jemariku dan memberikan banyak kekuatan dalam langkah-langkahku.

Dan aku takkan lelah merenda harapan. Seberapa pun mahalnya harga yang harus kutanggung. aku yakin jalan-jalan akan tetap terbuka lebar memberikan segala anugerah dalam kehidupanku walau dengan berbagai macam cara.
HARAPANKU BERIKUTNYA...... Aku ingin memberikan kebahagiaan dalam hidup malaikatku. Aku ingin melihatnya melalui hari-hari ceria masa kanak-kanaknya. Aku ingin memberikan pendidikan untuk bekalnya mengarungi episode kehidupan berikutnya. Dan aku ingin meninggalkan kenangan disuatu hari kelak dalam hatinya.
"Ini loh sayang.... mamamu... dengan tanganku, dengan keringat dan air mataku, aku akan memberikan segala bekal kehidupan dalam pangkuanmu. Dan aku tak akan pernah menukarmu dengan materi apapun. Karena kamulah hartaku yang paling berharga"

Dan berlayarlah harapanku ini.... menuju episode-episode kehidupanku selanjutnya.

Note : Tulisan ini pernah diikutkan di lomba "Sail Your Hope" yang di muat di note FBku

Sabtu, 17 April 2010

Bidadari Bersayap Pelangi

Bidadari, hari ini aku sedih sekali. Di sekolahku ada pentas seni dan aku terpilih untuk menyanyi di panggung. Tapi tadi pagi saat aku bangun, papa sudah berangkat ke kenator. Padahal seminggu yang lalu, aku sudah minta ke papa untuk membantuku menyiapkan baju bidadari yang akan kupakai menyanyi di panggung, mengantarku ke sekolah dan menyaksikanku menyanyi. Ternyata papa melupakannya!
Jangankan menyaksikanku menyanyi, baju bidadari yang papa janjikan pun ternyata lupa papa belikan. Akhirnya Bik Sum hanya memakaikan baju seragam yang biasa kupakai ke sekolah. Aku sedih sekali, Bidadari.... Coba seandainya ada mama, pasti tak akan begini jadinya.


Lia menceritakan kesedihannya kepada bidadari bersayap pelanginya sambil menangis. Tak terbayangkan bagaimana malunya Lia tadi pagi ketika tiba di sekolah.


"Loh Lia, katanya mau pakai baju bidadarimu. Kok malah pakai baju seragam sih?" tanya Sisi heran.

"Ah, paling Lia bohong tu! Mana mungkin dia punya baju bidadari. Diakan ga punya mama yang bantuin dia bikin baju bidadari," kata Nana judes.

Lia berusaha menahan airmatanya. Sakit sekali hatinya di ejek teman-temannya seperti itu. Memang ini salahnya sendiri. Saat Papa berjanji akan membelikan baju bidadari untuknya minggu lalu, Lia langsung bercerita dengan bangga di sekolahnya kalau nanti Lia menyanyi di panggung, Lia akan memakai baju bidadari lengkap dengan sayapnya. Andai Lia tahu kejadiannya akan seperti ini, Lia ga akan cerita sama siapa-siapa tentang baju bidadari itu. Dan coba papa gak lupa membelikannya baju bidadari itu, pasti sekarang Lia tidak akan di ejek.

Sebelum acara di mulai, para orang tua memasuki aula sekolah tempat acara itu diadakan. Teman-temannya dengan bangga menunjukkan yang mana papa dan mama mereka.

"Lihat! Yang baju biru itu adalah mamaku loh. Cantikkan? Di sebelahnya itu papaku.... Wah.. mereka datang untuk melihatku menari," teriak Natasya gembira sambil menunjuk ke arah orang tuanya.

"Mamaku juga datang. Tuh disana. Lihatkan?" sahut yang lain bangga.

Teman-temannya dengan bangga menunjukkan orang tuanya masing-masing dengan bersemangat. Mereka saling berseru akan tampil bagus agar mama dan papa mereka bangga. Semua bergembira. Lia juga ingin seperti mereka. Menunjukkan papanya di depan teman-temannya dengan perasaan bangga. Atau melihat papanya duduk di kursi penonton melihatnya menyanyi di panggung. Lagi-lagi, lia berusaha untuk tidak menangis.

Sejak kecil, Lia tak pernah bertemu mamanya. Sampai sekarang Lia kelas 4 SD, Lia hanya bisa melihat mamanya dari foto yang ada di ruang keluarga di rumahnya. Kata papa, Mama sudah jadi bidadari di surga yang selalu bisa melihat lia di mana pun. Mama jadi bidadari tercantik di surga dengan sayapnya yang berwarna pelangi. Dan kata papa juga, mama tidak suka melihatnya menangis. Tapi saat ini Lia benar-benar ingin menangis. Lia sudah ga punya mama yang bisa lia pamerin ke teman-temannya. Sekarang papa juga tidak bisa di tunjukkannya dengan bangga di depan teman-temannya karena papa ga datang. Papa lupa janji papa sendiri. Lia benar-benar sedih. Apa papa ga sayang Lia? Kenapa Papa ga ingin melihatnya menyanyi? Kenapa papa melupakan baju bidadarinya?

Untungnya, saat menyanyi tadi, Lia dapat menyanyi dengan bagus. Walau hanya berpakaian seragam sekolah. Walau tak sengaja setitik airmata jatuh. Lia menyanyikan lagunya dengan begitu merdu hingga seluruh penonton bertepuk tangan untuknya begitu ia selesai menyanyi.

Lia terus menangis sampai tertidur karena kelelahan. Ketika terbangun, hari sudah sore. Lia keluar dari kamar untuk mandi dan melihat papanya sudah pulang dari kantor. Sambil cemberut Lia menatap ke arah papanya yang duduk menonton televisi.

"Wah... Lia sudah bangun, ya? Gimana tadi di sekolah? Sini Lia, ada yang mau papa bicarakan," kata papanya ketika melihat Lia.

Kemarahan dan kesedihan di hati Lia membuat Lia tak ingin menjawab papanya. Lia langsung berlari ke kamar mandi sambil menangis. Tak di dengarnya suara ketukan di pintu. Di guyurkannya air banyak-banyak agar suara papanya yang memanggilnya tak terdengar lagi.

Ketika Lia keluar dari kamar mandi, Lia cepat-cepat berlari ke kamarnya. Menutup pintu dengan cepat dan terkejut melihat sebuah kotak besar di tempat tidurnya dan buku bergambar bidadari bersayap pelangi miliknya terbuka di atas kotak itu. Lia memperhatikan tulisan yang ada di dalam buku itu, di bawah keluh kesahnya yang tadi siang di tulisnya. Ini tulisan Papa.

Lia, anakku, maafkan papa ya. Hari ini papa tidak bisa menepati janji papa. Tadi pagi mendadak ada masalah di kantor yang harus papa selesaikan hingga papa tidak jadi mengantarkanmu ke sekolah. Maafkan juga karena papa lupa minta tolong Bik Sum untuk memakaikanmu baju bidadari yang sebenarnya sudah papa belikan beberapa hari yang lalu dan tersimpan di kamar papa. Sebenarnya tadi pagi, papa ingin memberi kejutan untukmu dengan memakaikan langsung baju bidadari ini. Karena terburu-buru, papa malah lupa semuanya.
Papa bangga melihat Lia menyanyi di panggung dengan sangat bagus walau hanya memakai baju seragam sekolah.
Kamu adalah bidadari tercantik yang pernah papa lihat. Sekali lagi maafkan papa, ya. Sesibuk apapun papa, papa tak pernah berhenti untuk melihat semua hal terindah yang kamu berikan untuk papa......

Samar-samar terdengar lagu yang Lia nyanyikan tadi siang di sekolah. Lia menangis dan langsung keluar kamar untuk mencari papa. Papa ternyata sedang berdiri di depan televisi yang sedang menampilkan Lia yang menyanyi di panggung sekolah tadi siang sambil menatap Lia dengan tersenyum. Lia langsung berlari kepelukan papa.

"Papa, Lia juga minta maaf. Lia sudah marah sama papa tadi."

"Iya, sayang. Papa juga benar-benar minta maaf sudah membuatmu sedih. Tapi papa sempat menelpon Pak Rudi, gurumu, untuk merekam seluruh acara pentas seni hari ini sehingga papa tetap bisa melihatmu menyanyi walau hanya dari televisi seperti ini. Lihat! Lia adalah bidadari tercantik yang diberikan Tuhan untuk papa. Mama yang melihatmu dari surga pasti bangga sekali."

Sambil terisak, Lia semakin erat memeluk papanya.

"Papa..... harusnya Lia mengerti papa sibuk di kantor. Lia tadi siang iri sekali, Pa, melihat teman-teman Lia dengan bangga memamerkan orang tuanya. Tapi sekarang Lia sudah sadar, buat apa Lia iri. Lia sudah memiliki papa terbaik. LIa tetap bangga sama papa. Walau papa tidak datang, papa tetap melihat Lia menyanyi."

Untunglah ada buku harian bergambar bidadari bersayap pelangi yang selalu menjadi tempat Lia menceritakan perasaannya. Dari buku harian inilah papa tahu kenapa Lia marah sehingga papa dan Lia bisa berbaikan lagi seperti ini. Sekarang Lia mengerti, apa yang papa lakukan semuanya hanya untuk Lia.
Terima kasih mama, sudah memberikan buku Bidadari ini melalui papa ketika Lia masih kecil. Buku ini telah menunjukkan hati papa dan hati Lia yang saling menyayangi....


Note : Belajar membuat cerpen anak.... Tapi pas di baca ulang ternyata masih amburadul dan masih byk perbaikan yang harus kulakukan. Ternyata menjadi seorang penulis itu susah juga yah. Kadang apa yang dimaksud dan apa yang tertuang dalam tulisan berbeda jauh :(( Tapi dari pada ilang di telan kertas-kertas yg berserakan entah kemana. Sementara di endapkan dulu deh di Blog ini.... Buat yg membaca kalau ada kritikan yg membangun, aku sangat senang menerimanya loh :)

JANGAN PUAS(A) MENULIS

Semakin sering orang menulis dan semakin sering pula orang memikirkan (membaca) tulisannya, semakin bagus jualah karyanya. DEAN KOONTZ

Kata-kata motivasi diatas saya baca dari salah satu catatan facebook Pak Hernowo, penulis Mengikat Makna Update, yang mengingatkan saya pada komitmen dalam menulis. Hal ini sangat berkaitan erat dengan apa yang pernah saya tulis di AndrieWongso. Com ; Namun sadarkah kita, apa pun definisi yang telah kita buat tentang kesuksesan, kesuksesan tersebut tetaplah dipengaruhi oleh diri kita sendiri. Ya diri kita sendiri. Bukan orang lain. Bukan pemimpin. Bukan rekan sejawat. Bukan perusahaan. Tapi diri kita sendirilah yang menentukan apakah kita akan sukses, akan bahagia, akan tenang dan lain sebagainya.

Dan, saya pun, sebagaimana sering dilakukan Pak Hernowo dalam bukunya Mengikat Makna Update, ingin menambahkan kata "dalam menulis" setelah kata kesuksesan. Sehingga kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa apa pun definisi yang telah kita buat tentang kesuksesan dalam menulis, kesuksesan (dalam menulis) tersebut tetaplah dipengaruhi oleh diri kita sendiri. Ya diri kita sendiri. Bukan orang lain. Bukan pemimpin. Bukan rekan sejawat. Bukan perusahaan. Tapi diri kita sendirilah yang menentukan apakah kita akan sukses dalam menulis, akan bahagia, akan tenang dan lain sebagainya.

Sehingga tepatlah kiranya saya berkomentar mengenai tulisan Pak Hernowo tersebut dengan mengatakan bahwa Para ahli, hanya dapat memberikan perbaikan struktur kata, kalimat bahkan bahasa. Tapi tidak dapat masuk kepada rasa yang diinginkan oleh penulis itu sendiri.

Berkaitan dengan hal tersebut, yaitu komitmen dalam menulis, saya kira puas dan puasa, sebagaimana tulisan ini saya beri judul, adalah dua hal yang berpotensi besar untuk menghancurkan komitmen tersebut.

Puas dalam menulis; saya artikan sebagai kegiatan bahagia dalam menulis sehingga ia TIDAK MENULIS KEMBALI. Padahal, diakui atau tidak, sebagaimana Pak Bambang Trim menuliskan dalam catatan facebook nya bahwa karier kepenulisan kagak ada matinye! Artinya, tidak ada kata PUAS dalam menulis!

Puasa dalam menulis; saya artikan sebagai kegiatan berhenti menulis. Baik itu karena mengalami kebuntuan atau pun ide yang belum matang. Dalam hal ini kebuntuan, solusi yang ditawarkan Pak Andrias Harefa dalam catatan facebooknya yang berjudul Bekal Penulis , sangat dapat dipraktekkan. Sebagaimana Pak Hernowo, Pak Andrias, sebagaimana diakuinya terinspirasi dari bukunya Pak Bambang Trim, meletakkan membaca sebagai salah satu bekal utama seorang penulis. saya mengatasi berbagai kebuntuan ide dengan membaca, sehingga terpicu lagi untuk menulis, tulis beliau.

Ada pun dalam hal ide yang belum matang, beternak ide-nya Pak Nursalam Ar mungkin bisa menjadi solusi. Dalam catatan facebooknya yang berjudul 7 langkah menulis fiksi, beliau menerangkan hal ini di point nomor dua. Beliau menuliskan empat jurus beternak ide; kandangkan, beri makan, kembang biakkan dan jual!

Sebagai kesimpulan, Janganlahlah berhenti menulis, baik karena puas maupun puasa. Teruslah, sebagaimana tulisan Pak Edy Zaques dalam catatan facebooknya, pertahankan semangat menulis untuk meningkatkan branding. Karena membaca tanpa menulis, dalam hal ini Pak Jufran Helmi yang menulis di catatan beliau, seperti orang yang terus makan tetapi tidak pernah membuang air. Hasilnya adalah penyakit!

;Catatan 'Mengikat Makna' catatan facebook
Radinal Mukhtar Harahap