Jumat, 03 September 2010

Penampakan

Jam tiga pagi akhirnya sampai juga aku di Semarang. Perjalanan panjang yang cukup melelahkan selama delapan jam membuat badanku didera kelelahan yang sangat. Kantuk pun nyaris tak tertahankan lagi karena selama di Bis Patas itu, aku nyaris tak dapat memejamkan mata karena sopir bis nya menyupir bisnya dalam kecepatan yang tinggi.

"Mo mampir cari makan dulu ato mo langsung pulang aja, Cha?" Tanya Adi, suamiku yang menjemputku di depan terminal Terboyo.

"Langsung pulang aja deh, capek banget aku," sahutku dalam kantuk yang semakin menyerang.

Malam itu, aku langsung tertidur di kamar kost yang baru kusewa untuk satu bulan. Hanya selama aku berada di Kota Semarang ini. Aku mendapat kamar mungil di lantai II dengan ruang tamu kecil di depannya dan satu kamar lagi di hadapan kamarku yang ternyata tak berpenghuni. Keadaan rumah kost yang berpenghuni sedikit tak menjadi pusat perhatian utamaku. Kamar yang nyaris kosong pun tak begitu penting bagiku. Yang penting tidur dulu. Sisanya bisa di urus besok pagi, batinku sebelum aku lelap dalam tidur tak bermimpi.

Besok harinya dengan badan segar setelah mandi. Aku pergi mengunjungi kerabat dan kenalan. Barang-barangku masih kubiarkan saja tersimpan dalam tas. Hanya baju yang kuperlukan saja yang sengaja kugeletakkan diatas tempat tidur. Kamar tidurpun masih tetap kubiarkan apa adanya. Seharian itu aku berkeliling dari satu rumah ke rumah yang lain. Baru sore harinya aku kembali ke kost untuk mandi dan berganti pakaian. Rumah kost lenggang. Sepi seperti tak berpenghuni. Ah.... paling penghuni yang lain pada belum pulang kerja, karena itulah rumah ini sepi sekali, batinku lagi berusaha berpikiran positif. Hanya sebentar aku berada di kost itu, karena tak berapa lama Adi kembali mengajakku keluar untuk makan malam.

"Ga papa kan kamu sendirian di kost malam ini?" Tanya Adi waktu mengantarku pulang ke kost. " Aku masuk kerjanya malam, Cha, jadi ga bisa nemenin kamu jalan-jalan di malam hari selama kamu berada di sini." lanjutnya lagi.

Setelah menyatakan bahwa aku akan baik-baik saja, Adi langsung berangkat ke tempat kerja meninggalkanku di depan kost.
Aku membuka pintu depan rumah kostku dan mendapati ruang tamu dalam keadaan gelap gulita dan dua kamar bawah yang ada penghuninya pun masih dalam keadaan gelap tak bernyala lampu. Tanpa berpikiran apapun, aku menyalakan lampu ruang tengah dan langsung masuk ke kamar mandi untuk cuci muka.

Entah mengapa, sebelum naik tangga, aku mengucapkan salam " Assalamualaikum". Dan tanpa kuduga, aku malah mendengar jawaban "Waalaikumsalam"..... Kupikir saat itu, Mas Dani, pemilik rumah kost itu yang kebetulan kamarnya berada dekat dengan tangga, yang menjawab salamku itu. Maka dengan hati tenang aku naik ke kamarku. Melewati ruang tamu kecil di depan kamarku yang masih gelap dan membuka pintu kamarku dengan perlahan.

Baru saja beberapa menit aku duduk di atas tempat tidurku, suara langkah kaki seseorang terdengar berjalan di depan kamarku. Padahal sebelumnya, aku tak ada mendengar suara langkah seseorang yang menaiki tangga kayu. Agak mengherankan memang, tapi belum sempat aku mengintip langkah siapakah itu, seekor kecoak mengganggu pandanganku.

Aku memang sangat takut dengan berbagai jenis binatang yang merayap dan melata. Namun karena hanya aku sendiri yang berada di situ, aku berusaha mengatasi ketakutanku akan kecoak itu dan langsung berusaha mengusirnya dari kamarku. Saat aku membuka pintu kamar untuk mengusir kecoak itu, hawa dingin tiba-tiba merayapi seluruh tubuhku. Padahal jelas-jelas baik jendela ruang tamu depan maupun jendela kamarku tak ada satupun yang terbuka.... Aku merinding. Bulu kuduk meremang membuat perasaanku benar-benar tak nyaman. Segera kututup kembali pintu kamarku dan langsung duduk di atas tempat tidurku.

Tidak sampai lima menit. Kecoak itu kembali masuk ke kamarku melalui sela di bawah pintu. Dengan gemas aku berusaha memburu kecoak itu untuk mematikannya dan melupakan rasa tak nyaman dan merinding itu sejenak. Akhirnya kecoak itu berhasil kubunuh dengan melemparnya dengan sebuah buku tebal. Rasa lega karena terbebas dari fobia serangga, tapi rasa jijik muncul ketika melihat tubuh kecoak yang gepeng tak berupa. Tanpa memikirkan kejadian sebelumnya, aku membuka pintu kamarku lagi untuk mengambil sapu yang memang diletakkan di sisi luar kamarku.

Saat tanganku meraih gagang sapu, aku merasakan kehadiran seseorang di ruang tamu kecil itu. Tanpa sengaja aku langsung mengedarkan pandanganku ke arah sebuah kursi dan meja kecil yang diletakkan di pojokkan ruang tamu itu. Dalam remang-remang ruangan yang tak berpenerangan.... aku melihat sesosok laki-laki di duduk di kursi itu dan memandang ke arahku. Hanya sekejap aku melongo, dan sebelum rasa merinding yang sangat hebat menyerang tubuhku itu membuat kakiku lumpuh tak bergerak, aku langsung melemparkan sapu, mengunci pintu kamarku dan langsung berlari melewati ruang tamu itu. Melewati sesosok laki-laki yang nyaris tak bergerak itu. Lari menuruni tangga dengan langkah-langkah kaki tak terkontrol yang menyebabkan aku tergelincir di tangga. Secepat kilat kembali berdiri dari jatuhku itu dan dengan tangan gemetar berhasil membuka pintu depan rumah kost.

Begitu sampai di depan rumah, rasa merinding itu tetap menyerangku. Rasa takut itu sungguh tak tertahankan. Dan aku memerlukan waktu 15 menit sampai akhirnya aku berhasil membuka gembok pagar depan agar aku bisa meninggalkan rumah kost itu.

Malam itu, aku menyusul Adi ke tempat kerjanya. Dan dengan malu-malu menceritakan kejadian yang telah menimpaku.

"Ha...ha...ha... Perasaanmu aja kali tuh, Cha. Kamu kan memang penakut kalau di tempat gelap. Maaf deh, aku lupa meminta pemilik kost untuk memasangkan lampu di depan kamarmu itu," gelak Adi begitu aku selesai menceritakan kejadian yang menimpaku di kost itu.

Besok paginya, ketika aku kembali ke kost itu lagi dengan di antar Adi, aku bertemu dengan Pak Untung. Bapak Untung itu penghuni terlama di rumah itu. Ia menempati kamar paling depan di lantai I. Dan tanpa sengaja Adi menyeletuk ke Pak Untung :" Pak, Arek e minta pindah ketok e, tadi malam di weruhi kata e." (Pak, anaknya sepertinya minta pindah, tadi malam di perlihatkan sesuatu, katanya)

"Heh? Masa? Di mana?" tanya Pak Untung sambil menatapku.

"Di kursi kecil di pojokan ruang tamu atas," sahutku malu-malu karena tak yakin apakah penglihatanku tadi malam itu benar atau hanya karena aku memang penakut.

"Oalah.... Si Mbah itu memang tempatnya disitu. Dulu ada kursi panjang dari bambu yang menjadi tempatnya di ruang atas itu, tapi oleh Bu Yoga, penghuni yang dulu tinggal di kamar di depan kamarmu itu, kursi bambu itu sudah dikeluarkan..."

"Hah??? Si Mbah siapa, Pak?" tanyaku kaget.

"Ya... Penunggu rumah ini.... Dari dulu memang sudah ada. Dan memang setiap rumah kan ada penjaganya. Nah si Mbak itu sepertinya penjaga rumah ini. Namun hanya pada beberapa orang saja ia memperlihatkan diri. Dia ga mengganggu kok." jawab Pak Untung santai....

Astaga!!! Ternyata rumah kost ini ada penunggunya. Dan setelah mendengar cerita lengkapnya. Pantas saja kamar-kamar yang di atas kosong karena Si Mbah selalu menunjukkan dirinya pada penghuni kamar atas. Pak Budi, penghuni kamar yang sekarang menjadi kamarku langsung keluar setelah "berkenalan" dengan si Mbah. Bu Yoga juga langsung keluar karena pengalamannya lebih ekstrim lagi karena si Mbah langsung menanyainya kemana kursi bambunya. Dan aku???

Sepertinya aku pun lebih baik cepat-cepat mengungsi saja ke tempat kost lain karena nyaliku yang memang sudah penakut tak mungkin tiba-tiba jadi pemberani dalam kondisi ini....


@Semarang, 29 Agustus 2010