Rabu, 21 Oktober 2009

Ketika Cinta Sudah Tak Sejalan

"Ya udah... kita pisah aja. Kamu terlalu egois dengan pikiranmu sendiri."
"Siapa yang Egois?? Aku hanya mencoba menyatakan pikiranku kan ga harus selalu salah denganmu!!" teriakku
"Capek aku selalu mengalah terhadapmu. Sejak dulu aku selalu menuruti apa maumu? Apa-apa selalu kamu"
"Loh... aku cuma berusaha mengaturkan yang terbaik. Kamu kan sering berpikir secara teknik sehingga detil-detil penting gak pernah kau pikirkan. Apa salahnya sih, aku membantu kamu"
"Iya... tapi kamu selalu mau mengaturku!!!!" teriaknya dengan bentakan
"Susah sih... aku kan sering ngasih pendapat agar kamu bisa seperti orang lain. Kamu terlalu lambat ambil keputusan, atau kurang pertimbangan, atau terlalu santai. Salah banget yah aku berusaha mendorongmu agar bisa lebih giat, rajin dan mengejar semua ketinggalanmu."

Perkelahian dan debatan terus mewarnai hubungan kami akhir-akhir ini. Sepertinya hati kami masing-masing telah semakin berubah dengan beriringnya waktu yang hilang setiap ada pertengkaran. Entah kemana dua hati yang begitu saling mencintai? Apakah ikatan cinta yang menyelubungi hati kami selama ini telah terlepas? padahal begitu banyak badai yang telah kami lalui bersama. Telah banyak hujan yang kami terjang dengan saling memberi kehangatan.
Telah banyak pula perjalanan demi perjalanan yang kami lewati bersama dengan canda, tawa, tangisan dan kesedihan.
Aku mengenalnya sebagai sosok sederhana. Beda dengan teman-teman cowokku selama ini. Kesederhanaannya menghanyutkan aku begitu dalam sehingga pertentangan dari keluargaku pun dengan mudah kuterjang. Kehidupan yang terpurukpun pernah rela ku jalani agar demi bersamanya.
Kesederhanaannya, lemah lembutnya, keras hatinya semuanya berpadu dalam pesona cinta yang membuatku lupa segalanya. Dan ketika kudapati, sosoknya yang begitu menutup diri dari lingkungan luar, kekurang giatannya dalam mengejar impiannya, cepat menyerah dan begitu pasrah dengan apa adanya.... aku yang terlahir dengan sosok ambisius, yang selalu ingin berlari untuk lebih maju dari orang lain, yang selalu tak ingin peluang yang datang di depan mata terlewat, menjadi begitu bernapsu ingin mengubahnya menjadi orang yang dapat diandalkan.
Ide-ide dan pikiranku semakin sering bertolak belakang dengannya. Harapanku ingin membuatnya menjadi orang yang bisa dibanggakan tidak dapat memacunya untuk mengikuti langkah lariku. Idealisme yang terlalu kuat dan salah tempat menurutku yang selalu Ia pertahannya. Berprinsip hidup hanya untuk hari ini dan jika habis baru cari lagi sangat berbeda dengan prinsipku yang berpikir sepuluh atau jika bisa seratus langkah ke depan dengan segala kemungkinan yang terjadi.
Begitu banyak perbedaan yang mendasari sejak di awal hubungan kami. Tapi berkali-kali kami berhasil melaluinya. Sedikit demi sedikit membangun jembatan agar jurang perbedaan itu dapat dipersempit dan dengan mudah dilalui. Hangatnya cinta mungkin ikut membantu semuanya begitu mudah kami lalui bertahun-tahun.
Tapi semakin hari, waktu demi waktu yang sudah terlewati. Cinta itu semakin tak sejalan. Benarkah sudah tak ada cinta lagi di hatiku untukknya seperti yang selalu ia teriakkan kepadaku.
"Kamu selalu mikirkan dirimu sendiri. Selalu sibuk dengan hatimu! Mana pernah kamu peduli pada perasaanku! Aku? Dihatiku selalu ada kamu, tapi sepertinya di hatimu tak pernah ada aku, sehingga kamu tak pernah memikirkan bagaimana perasaanku," tuduhnya.

Ah... mana kau tahu hatiku yang sebenarnya. Dalam marahku, dalam sedihku, dalam segala hal yang kulakukan. Tak pernah sedikitpun kau berlalu dalam pikiranku. Bagaimana aku selalu mencemaskanmu, bagaimana aku selalu berusaha membantumu walau hanya hal kecil yang kumampu.
"Huh! Aku ini hanya suatu obsesi bagimu. Entah apa yang ingin kau tunjukkan begitu sangat kau menekanku seperti ini. Tak ada cinta dalam hatimu. Hanya obsesi untuk memiliki sebuah boneka yang bisa kau atur sesukamu!!" Teriak yang begitu menyakitkan hatiku.

Dalam lelahku, dalam emosi jiwa yang begitu terkikis saling menyakiti dengan kata-kata. Benarkah aku bertahan dalam keadaan seperti ini hanya sebagai suatu obsesi? Kurenungkan terus kata-kata itu dalam setiap detik kesendirian yang kulewati. Tidak!! Kau bukan obsesi! Kau adalah belahan jiwaku. Dan aku mencintaimu dengan segala keinginan untuk menggantungkan masa depan agar dapat merangkai kehidupan bersama yang indah.
Mana mungkin kau sebuah Obsesi, jika begitu banyak gelora badai dan hujan yang dapat kelalui untuk terus berharap suatu hari aku dapat menunjukkan kepada keluargaku. Kamu yang aku cintai bukanlah orang yang salah untuk mendampingiku sampai kumati.

Yah... Benarkah cinta ini sudah tak sejalan. Tak bisakah disetiap persimpangan yang kita lewati, kita berhenti dulu sejenak untuk saling memeriksa diri dan menyatukan perbedaan. Tak kah cinta yang begitu kuatnya yang menjaga hati kita berdua selama ini bisa menyatukan jalan yang berbeda yang ingin kita tempuh?

Ketika cinta sudah tak sejalan...... apakah harus sebuah perpisahan dengan perasaan menyakitkan yang terpilih. Atau masih adalah di suatu tempat diluar sana, ketika cinta sudah tak sejalan tapi dengan kekuatan cinta itu sendiri akan tetap menyatukannya kembali dalam gandengan hati untuk menggapai rangkaian mimpi yang tlah tersulam begitu lama.

Ah entahlah.... mungkin persimpangan jalanku kali ini benar-benar membuat cintaku juga benar-benar tak sejalan lagi....

(c) Cha, 22 oktober 2009
sad day ini my life....

0 komentar:

Posting Komentar