Sabtu, 17 April 2010

Bidadari Bersayap Pelangi

Bidadari, hari ini aku sedih sekali. Di sekolahku ada pentas seni dan aku terpilih untuk menyanyi di panggung. Tapi tadi pagi saat aku bangun, papa sudah berangkat ke kenator. Padahal seminggu yang lalu, aku sudah minta ke papa untuk membantuku menyiapkan baju bidadari yang akan kupakai menyanyi di panggung, mengantarku ke sekolah dan menyaksikanku menyanyi. Ternyata papa melupakannya!
Jangankan menyaksikanku menyanyi, baju bidadari yang papa janjikan pun ternyata lupa papa belikan. Akhirnya Bik Sum hanya memakaikan baju seragam yang biasa kupakai ke sekolah. Aku sedih sekali, Bidadari.... Coba seandainya ada mama, pasti tak akan begini jadinya.


Lia menceritakan kesedihannya kepada bidadari bersayap pelanginya sambil menangis. Tak terbayangkan bagaimana malunya Lia tadi pagi ketika tiba di sekolah.


"Loh Lia, katanya mau pakai baju bidadarimu. Kok malah pakai baju seragam sih?" tanya Sisi heran.

"Ah, paling Lia bohong tu! Mana mungkin dia punya baju bidadari. Diakan ga punya mama yang bantuin dia bikin baju bidadari," kata Nana judes.

Lia berusaha menahan airmatanya. Sakit sekali hatinya di ejek teman-temannya seperti itu. Memang ini salahnya sendiri. Saat Papa berjanji akan membelikan baju bidadari untuknya minggu lalu, Lia langsung bercerita dengan bangga di sekolahnya kalau nanti Lia menyanyi di panggung, Lia akan memakai baju bidadari lengkap dengan sayapnya. Andai Lia tahu kejadiannya akan seperti ini, Lia ga akan cerita sama siapa-siapa tentang baju bidadari itu. Dan coba papa gak lupa membelikannya baju bidadari itu, pasti sekarang Lia tidak akan di ejek.

Sebelum acara di mulai, para orang tua memasuki aula sekolah tempat acara itu diadakan. Teman-temannya dengan bangga menunjukkan yang mana papa dan mama mereka.

"Lihat! Yang baju biru itu adalah mamaku loh. Cantikkan? Di sebelahnya itu papaku.... Wah.. mereka datang untuk melihatku menari," teriak Natasya gembira sambil menunjuk ke arah orang tuanya.

"Mamaku juga datang. Tuh disana. Lihatkan?" sahut yang lain bangga.

Teman-temannya dengan bangga menunjukkan orang tuanya masing-masing dengan bersemangat. Mereka saling berseru akan tampil bagus agar mama dan papa mereka bangga. Semua bergembira. Lia juga ingin seperti mereka. Menunjukkan papanya di depan teman-temannya dengan perasaan bangga. Atau melihat papanya duduk di kursi penonton melihatnya menyanyi di panggung. Lagi-lagi, lia berusaha untuk tidak menangis.

Sejak kecil, Lia tak pernah bertemu mamanya. Sampai sekarang Lia kelas 4 SD, Lia hanya bisa melihat mamanya dari foto yang ada di ruang keluarga di rumahnya. Kata papa, Mama sudah jadi bidadari di surga yang selalu bisa melihat lia di mana pun. Mama jadi bidadari tercantik di surga dengan sayapnya yang berwarna pelangi. Dan kata papa juga, mama tidak suka melihatnya menangis. Tapi saat ini Lia benar-benar ingin menangis. Lia sudah ga punya mama yang bisa lia pamerin ke teman-temannya. Sekarang papa juga tidak bisa di tunjukkannya dengan bangga di depan teman-temannya karena papa ga datang. Papa lupa janji papa sendiri. Lia benar-benar sedih. Apa papa ga sayang Lia? Kenapa Papa ga ingin melihatnya menyanyi? Kenapa papa melupakan baju bidadarinya?

Untungnya, saat menyanyi tadi, Lia dapat menyanyi dengan bagus. Walau hanya berpakaian seragam sekolah. Walau tak sengaja setitik airmata jatuh. Lia menyanyikan lagunya dengan begitu merdu hingga seluruh penonton bertepuk tangan untuknya begitu ia selesai menyanyi.

Lia terus menangis sampai tertidur karena kelelahan. Ketika terbangun, hari sudah sore. Lia keluar dari kamar untuk mandi dan melihat papanya sudah pulang dari kantor. Sambil cemberut Lia menatap ke arah papanya yang duduk menonton televisi.

"Wah... Lia sudah bangun, ya? Gimana tadi di sekolah? Sini Lia, ada yang mau papa bicarakan," kata papanya ketika melihat Lia.

Kemarahan dan kesedihan di hati Lia membuat Lia tak ingin menjawab papanya. Lia langsung berlari ke kamar mandi sambil menangis. Tak di dengarnya suara ketukan di pintu. Di guyurkannya air banyak-banyak agar suara papanya yang memanggilnya tak terdengar lagi.

Ketika Lia keluar dari kamar mandi, Lia cepat-cepat berlari ke kamarnya. Menutup pintu dengan cepat dan terkejut melihat sebuah kotak besar di tempat tidurnya dan buku bergambar bidadari bersayap pelangi miliknya terbuka di atas kotak itu. Lia memperhatikan tulisan yang ada di dalam buku itu, di bawah keluh kesahnya yang tadi siang di tulisnya. Ini tulisan Papa.

Lia, anakku, maafkan papa ya. Hari ini papa tidak bisa menepati janji papa. Tadi pagi mendadak ada masalah di kantor yang harus papa selesaikan hingga papa tidak jadi mengantarkanmu ke sekolah. Maafkan juga karena papa lupa minta tolong Bik Sum untuk memakaikanmu baju bidadari yang sebenarnya sudah papa belikan beberapa hari yang lalu dan tersimpan di kamar papa. Sebenarnya tadi pagi, papa ingin memberi kejutan untukmu dengan memakaikan langsung baju bidadari ini. Karena terburu-buru, papa malah lupa semuanya.
Papa bangga melihat Lia menyanyi di panggung dengan sangat bagus walau hanya memakai baju seragam sekolah.
Kamu adalah bidadari tercantik yang pernah papa lihat. Sekali lagi maafkan papa, ya. Sesibuk apapun papa, papa tak pernah berhenti untuk melihat semua hal terindah yang kamu berikan untuk papa......

Samar-samar terdengar lagu yang Lia nyanyikan tadi siang di sekolah. Lia menangis dan langsung keluar kamar untuk mencari papa. Papa ternyata sedang berdiri di depan televisi yang sedang menampilkan Lia yang menyanyi di panggung sekolah tadi siang sambil menatap Lia dengan tersenyum. Lia langsung berlari kepelukan papa.

"Papa, Lia juga minta maaf. Lia sudah marah sama papa tadi."

"Iya, sayang. Papa juga benar-benar minta maaf sudah membuatmu sedih. Tapi papa sempat menelpon Pak Rudi, gurumu, untuk merekam seluruh acara pentas seni hari ini sehingga papa tetap bisa melihatmu menyanyi walau hanya dari televisi seperti ini. Lihat! Lia adalah bidadari tercantik yang diberikan Tuhan untuk papa. Mama yang melihatmu dari surga pasti bangga sekali."

Sambil terisak, Lia semakin erat memeluk papanya.

"Papa..... harusnya Lia mengerti papa sibuk di kantor. Lia tadi siang iri sekali, Pa, melihat teman-teman Lia dengan bangga memamerkan orang tuanya. Tapi sekarang Lia sudah sadar, buat apa Lia iri. Lia sudah memiliki papa terbaik. LIa tetap bangga sama papa. Walau papa tidak datang, papa tetap melihat Lia menyanyi."

Untunglah ada buku harian bergambar bidadari bersayap pelangi yang selalu menjadi tempat Lia menceritakan perasaannya. Dari buku harian inilah papa tahu kenapa Lia marah sehingga papa dan Lia bisa berbaikan lagi seperti ini. Sekarang Lia mengerti, apa yang papa lakukan semuanya hanya untuk Lia.
Terima kasih mama, sudah memberikan buku Bidadari ini melalui papa ketika Lia masih kecil. Buku ini telah menunjukkan hati papa dan hati Lia yang saling menyayangi....


Note : Belajar membuat cerpen anak.... Tapi pas di baca ulang ternyata masih amburadul dan masih byk perbaikan yang harus kulakukan. Ternyata menjadi seorang penulis itu susah juga yah. Kadang apa yang dimaksud dan apa yang tertuang dalam tulisan berbeda jauh :(( Tapi dari pada ilang di telan kertas-kertas yg berserakan entah kemana. Sementara di endapkan dulu deh di Blog ini.... Buat yg membaca kalau ada kritikan yg membangun, aku sangat senang menerimanya loh :)

1 komentar:

Yesi Moci mengatakan...

Benar sekali, Monica, menuangkan ide dari pikiran kedalam tulisan, tidak semudah seperti menuangkan sayur ke mangkuk. Tapi menurut saya, cerpenmu ini bagus kok. Ceritanya mengharukan.

Oiya, terimakasih sudah berkunjung ke blog saya. Bhy the way, saya punya cerpen baru nih, masih anget. Baru diposting kemarin. I Like Valentine but I hate Valentine. Bila berkenan, mohon koreksinya. Memang, Valentine Day/Hari Kasih-sayangnya sudah lewat, tapi nanti pasti dijelang kembali bukan? Untuk itu, biar kita nggak salah kaprah mengenai kasih-sayang, baca dulu yuk cerpen tersebut.

Posting Komentar