Selasa, 20 April 2010

Ketika aku mengenal Helvy Tiana Rosa

(Naskah ini sebenarnya mau kuikutkan untuk lomba essay HTR... tp batas waktu lomba kan tgl 15 April 2010. Karena aku baru mengenalnya tgl 18 April 2010... da menuliskan naskah ini tgl 20 April 2010... ya udah gpp. Naskah ini untuk apresiasi ku terhadap buku Helvy yang sudah kubaca dan ternyata membawa pengaruh yang baik untukku... Thanks to Helvy atas karyanya yang indah )


KETIKA AKU MENGENAL HELVY TIANA ROSA

Baru setahun terakhir ini terbersit dalam pikiranku untuk belajar dan mengasah kecintaanku akan dunia tulis menulis. Keinginan ini timbul karena banyaknya waktu luang yang sekarang kumiliki serta dorongan dari beberapa teman-teman SMA yang dulu sering membaca karanganku.

Sejak keinginan untuk belajar menulis semakin berakar dalam hatiku, aku semakin giat mengikuti berbagai milis kepenulisan dan salah satunya adalah milis milik Forum Lingkar Pena. Selain itu aku juga mulai mengikuti sayembara menulis yang kutemukan di milis. Dan ketika awal bulan April yang lalu, aku membaca ada lomba menulis essay tentang Helvy Tiana Rosa, aku malah kebingungan. Siapa sebenarnya Helvy Tiana Rosa?

Ratusan buku novel telah kubaca baik karya-karya penulis dalam negeri maupun penulis luar negeri. Hampir dua kali dalam seminggu aku mampir di toko buku besar di kotaku, Banjarmasin, namun tak juga Helvy Tiana Rosa itu kutemukan. Aku semakin penasaran. Dan keinginanku untuk ikut lomba essay tentang Helvy Tiana Rosa ini semakin pupus dengan berjalannya waktu yang semakin mendekati batas waktu pengiriman naskah. Kecintaanku akan buku dan kegilaanku akan membaca seperti tak dapat membawaku untuk mengenal seorang Helvy Tiana Rosa.

Suatu ketika, aku membaca notes dari facebook seorang teman tentang bagaimana ia mengenal Helvy, perjuangannya sampai akhirnya dapat bertemu secara langsung dengan Helvy dalam sebuah pertemuan penulis, walau harus menempuh perjalanan yang sedemikian beratnya namun semuanya langsung terbayar ketika ia bertatap muka dengan Helvy yang dengan menyambutnya di acara tersebut. Semangatnya untuk menulis pun semakin kuat setelah kata-kata Helvy dan karya-karya Helvy mendukung langkahnya dalam dunia kepenulisan. Aku tertegun membaca notes itu. Sedemikian hebatkah pengaruh seorang Helvy Tiana Rosa?

Aku benar-benar tak mengenal seorang Helvy itu. Jika aku tak mengenalnya, bagaimana aku bisa menulis tentang dirinya? Bagaimana aku bisa menceritakan pengalaman hatiku ketika membaca karyanya? Karya-karyanya kenapa begitu susah kutemukan? Apakah buku-buku itu hanya tersedia di toko-toko buku online? Kenapa tak tersedia di toko buku di dunia nyata yang bisa di beli siapa saja jika memang karyanya itu sehebat yang di ceritakan temanku? Betulkah karya Helvy dapat menginspirasi penulis-penulis pemula seperti aku? Ah…. Sepertinya keinginan untuk ikut lomba essay ini harus benar-benar di lupakan saja.

Namun rasa penasaran tak jua kunjung sirna. Padahal aku sudah memutuskan bahwa aku tak bisa menulis apapun tentang Helvy, tetapi tetap saja setiap aku berselancar di dunia maya, aku malah mencari-cari semua informasi tentang dirinya.Tapi semua yang kudapatkan adalah pengalaman orang lain. Itu semua kan masih katanya! Bukan pengalamanku sendiri. Memegang bukunya saja aku tak pernah, masa aku harus menuliskan cerita tentang seorang Helvy yang penuh inspirasi berdasarkan kata orang. Aku tidak mau menuliskan ceritanya hanya berdasarkan kata orang. Iya kalau benar, kalau ternyata Helvy tak sehebat itu, bagaimana? Tak mungkin bagiku menuliskan seseorang yang begitu nyata tanpa aku pernah merasakannya sendiri!

Kulihat penanggalan di agendaku yang mencatat semua tanggal deadline lomba-lomba kepenulisan. Kenyataan pahit terpampang jelas di depan mataku. Tanggal 15 April telah terlewati. Sudah tak sempat lagi. Namun kemisteriusannya menarik diriku untuk tetap mencari tahu.

Tanggal 18 April 2010 aku akan ikut wawancara penerimaan anggota baru FLP Banjarmasin. Satu per satu pertanyaan dari Mbak Sri Murni, pewawancaraku, dapat kujawab dengan lancer karena pertanyaan itu masih tentang siapa diriku dan mengapa aku ingin bergabung dalam Forum Lingkar Pena ini.

Sampai pada satu pertanyaan yang mengungkit rasa bersalahku.

“Apa yang kamu ketahui tentang FLP?” Tanya mbak Sri Murni padaku.

Minggu yang begitu cerah ini tiba-tiba terasa di tutupi mendung dan gerimis mulai mengguyur hatiku. Bagaimana bisa aku ingin bergabung dalam suatu forum tanpa tahu sedikitpun forum apakah itu? Yang aku tahu hanya FLP adalah kumpulan penulis-penulis hebat yang akan membantuku mengasah kemampuan menulisku. Hanya itu.

“Siapa saja penulis FLP yang karyanya sudah Mbak baca?” satu pertanyaan lagi menohok rasa malu-ku.

“Mungkin hanya tahu namanya saja… seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja yang sekarang lagi sakit, tapi tak satupun karya mereka yang pernah kubaca,” lanjutku dengan tersipu

Dari sinilah segala yang ingin kutahu kutanyakan. Terutama tentang Helvy Tiana Rosa dan karyanya. Akhirnya aku tahu Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia dan Muthmainnah adalah pendiri FLP dan katanya pula banyak hal yang membuat karya-karya Helvy dan penulis-penulis FLP lain tidak bisa di dapatkan dengan mudah di toko-toko buku besar. Dari pembicaraan hari ini pula akhirnya aku mendapatkan nama sebuah toko buku yang menyediakan buku-buku FLP termasuk buku-buku karya Helvy Tiana Rosa.

Tiga buah buku yang ada nama Helvy Tiana Rosa akhirnya kudapatkan. Cuma tiga buah buku saja yang ada di toko buku itu. Itupun ditemukan setelah agak memaksa si penjaga toko bukunya untuk mencarikan yang akhirnya di temukan di pojokan rak paling bawah, agak tersembunyi dan dengan sampul yang mulai menguning.

Begitu sampai di rumah aku langsung bersiap untuk membacanya. Buku pertama yang memikat hatiku adalah ‘SEGENGGAM GUMAM’. Dari buku ini aku mengenal Helvy yang lahir di Medan, tanggal 2 April 1970. Hanya beda 8 tahun lebih tua dariku. Dari perbedaan usia yang tak terlalu jauh dariku, namun apa yang dilakukan Helvy dalam dunia kepenulisan ternyata sangat jauh dariku.

Helvy menulis puisi, cerpen dan naskah drama serat teater sejak duduk di Sekolah Dasar. Malah ketika masih di kelas III SD, puisi Helvy telah dimuat di majalah anak-anak dan ketika kelas V SD, untuk pertama kalinya karyanya dimuat di Koran Sinar harapan Minggu. Padahal aku yang mengaku-ngaku suka menulis sejak kecil, tak pernah berpikir untuk mengirimkan karyaku kemanapun atau membiarkan siapapun membaca karyaku. Yang kulakukan hanya menulis diary dari hari ke hari dan membuat tugas mengarangku sebaik mungkin agar dapat nilai bagus.

Aku semakin mengenal sosok Helvy di buku segenggam gumam ini. Kiprah Helvy dalam dunia kepenulisan bukan seperti membalik telapak tangan, terjadi sekejap dengan mudahnya. Yang dilakukan Helvy adalah berjuang melalui tulisan-tulisannya terutama dalam pengembangan sastra Islam sehingga karya-karya sastranya banyak bernuansa Islami, membela kaum-kaum yang dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang, yang membuat tulisannya tidak asal jadi namun melalui sebuah penelitian panjang dengan data-data yang akurat namun di kemas dalam fiksi yang mengandung manfaat begitu besar bagi pembacanya. Bagi Helvy, menulis adalah proses belajar seumur hidup. Hidup di dunia baginya adalah rangkaian ibadah dan kesempatan berbuat kebaikan semata. Menulis cerpen, bila dikerjakan dengan niat baik dan kesungguhan, insya Allah akan membawa maslahat bagi diri pengarang dan masyarakat pembaca dan ini akan menjadi ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah, itulah yang dikatakannya. Dunia sastra seperti menjadi rumah kedua bagi seorang Helvy berdiam. Betapa Ia mendalami sastra dengan segenap pikiran dan jiwanya yang tergambar dalam setiap tulisannya. Bagaimana tidak, sepanjang perjalanan hidupnya, menulis dan terus menulislah yang dilakukan Helvy.

Dalam usianya yang muda, bersama Asma Nadia dan Muthmainnah berhasil membentuk sebuah organisasi penulis. Dari mengadakan bengkel penulisa kecil-kecilan untuk membantu penulis-penulis pemula mengembangkan kemampuan menulisnya, merekrut anggota sambil tetap bergiat menghasilkan karya-karya tulisnya sendiri. Salut! Ternyata apa yang dikatakan orang tentangnya memang benar adanya.

Yang mengejutkan, ternyata di dalam Segenggam Gumam ini, Helvy juga menuliskan sejarah berdirinya FLP, program kerja FLP dan semua tentang FLP yang ingin ku ketahui dan mungkin juga ingin diketahu para anggota baru FLP lainnya. Harusnya, buku ini dijadikan buku pegangan yang harus dimiliki para penulis pemula yang baru bergabung di FLP. Aku beruntung sekali mendapatkan buku ini.

Buku Segenggam Guman ini bukan hanya gumaman Helvy semata. Gumaman sambil lewat yang di dengar syukur, tidak pun, taka pa. Tidak seperti itu. Bagiku, buku ini adalah pikiran-pikiran cemerlang Helvy yang sangat membantu penulis pemula seperti diriku. Seperti pada bagian “ Beberapa Kelemahan Cerpenis Pemula” ( Hal 15, Segenggam Gumam), disini Helvy menjabarkan kelemahan-kelemahan apa saja yang umum dilakukan seorang cerpenis pemula. Dari sini aku dapat belajar untuk menghindari kelemahan-kelemahan tersebut, walaupun sangat susah karena di bab sebelumnya yang berjudul “Menulis Tanpa Beban…..” karena aku lebih suka menulis tanpa beban seperti yang di jabarkan dalam bab ini. Buku ini bagus sekali, karena Helvy membahas tiap bagian di sertai contoh-contohnya sehingga aku dapat menyimpulkan dengan lebih mudah. Tidak seperti buku-buku teori menulis lain yang membahas tentang menulis dengan begitu rumit dan akhirnya susah di cerna.

Buku kedua yang kubaca adalah buku antologi pilihan yang diterbitkan Lingkar Pena Publishing House dengan judul Lelaki Semesta yang ternyata ini adalah judul dari cerpen Helvy. Helvy menceritakan sosok seorang lelaki yang begitu di cintai semua orang, yang begitu baiknya malah mendapatkan tuduhan sebagai dalang kericuhan di dalam dan di luar negeri. Rangkaian kata-kata yang dituliskannya begitu indah hingga aku bisa menghadirkan sosok tersebut dalam pikiranku dan memberikan kesan yang begitu mendalam.

Buku terakhir yang kupunya adalah buku kumpulan cerpen dwibahasa yang berjudul “ Lelaki Kabut dan Boneka”. Satu demi satu cerpen di buku itu ku baca. Aku larut dalam bahasa santunnya yang mengalir namun mampu membawa pembaca masuk dalam ceritanya. Begitu dalam begitu berkesan. Kapankah aku bisa menulis cerita seindah Helvy menuliskannya?

Ternyata Helvy memang membawa inspirasi bagi siapa saja yang membaca karyanya, seperti yang mereka katakan. Seperti yang di internet-internet itu bilang. Ternyata benar….Karena hari ini seorang Helvy memberikan juga semangatnya kepadaku agar aku terus belajar dan berlatih untuk menghasilkan karya yang dapat menggugah perasaan yang membacanya. Karya yang dapat member manfaat bagi orang lain. Karya-karya yang begitu indah seperti karya Helvy Tiana Rosa. Dan aku akan terus menulis dan menulis tanpa kenal lelah, tanpa pantang menyerah.

Minggu depan, jika hasil wawancara penerimaan anggota FLP Banjarmasin memutuskan aku dapat menjadi bagian dari organisasi penulis ini, aku akan mendorong sesama anggota baru untuk memiliki buku Helvy yang sangat inspiratif, terutama segenggam gumam. Aku akan bercerita bagaimana perjuanganku mendapatkan buku ini dan hasilnya tak sia-sia. Aku juga akan berbicara tentang apresiasi. Bagaimana kelak karya yang dihasilkan penulis-penulis baru akan di apresiasi orang lain jika dari awal para penulis baru ini tidak bisa mengapresiasi karya-karya milik para penulis seniornya. Dan salah satu bentuk apresiasi itu adalah dengan membeli, memiliki dan mempelajari serta mengambil manfaat yang pastinya akan sangat berguna bagi perkembangan dunia kepenulisan yang baru akan di rintis oleh para pemula seperti aku. Bentuk apresiasi yang lain adalah menghilangkan kebiasaan meminjam agar buku-buku bagus dimiliki banyak orang dan tak perlu sampai teronggok di pojokan rak buku sebuah toko buku dengan sampul yang menguning….

Mbak Helvy, dari ketiga buku ini aku mengenalmu. Walaupun sebenarnya aku menjadi begitu ingin memiliki buku-bukumu yang lain yang katanya sudah 16 judul. Dari karya-karyamu inilah aku tahu siapa dirimu yang mampu bercerita dengan kata-kata lembut namun dalam. Aku tak menyesal mengenalmu walau hanya melalui karyamu saja. Mungkin terlambat bagiku. Tapi aku akan sangat menyesal jika tak tahu sama sekali tentangmu.

Mbak Helvy, tulisan ini akhirnya ku buat untuk melukiskan betapa senangnya hatiku bisa mengenalmu melalui karya-karyamu. Walau batas waktu lomba essay itu telah berlalu, tak apa. Menulis bukan hanya sekedar menang atau kalah. Menulis adalah berbagi. Aku ingin membagi apa yang kudapat dengan aku mengenalmu seperti ini.

Mbak Helvy, Aku hanya ingin kau tahu, bahwa tulisanmu di tiga buku yang kumiliki ini ternyata mempengaruhiku begitu dalam. Mbak Helvy telah mempengaruhi seorang Monica yang sangat tak percaya diri masuk dalam dunia ke penulisan dalam usia yang katanya cukup terlambat untuk memulai karir sebagai penulis, menjadi berani melangkah dan bergiat dan terus berlatih untuk membuat karya-karya yang bisa bermanfaat bagi orang lain.

Mbak Helvy yang kukagumi, terima kasih. Terima kasih atas karya-karya indahmu. Terima kasih sudah membuatku memantapkan hati untuk mengikuti jejakmu. Jika suatu saat nanti dan di waktu yang tepat dan memang diberikan kesempatan, aku dapat bertemu langsung denganmu. Mengenalmu secara nyata….. Aku akan kembali mengucapkan rasa terima kasihku ini kepadamu atas segala keindahan karyamu yang terpatri dalam hatiku.

0 komentar:

Posting Komentar